- Paranoid Aktor Negara Mengawasi Warga
- Mengulas Kembali ''Pergerakan Merah'' Hindia Belanda
- Warga Butuh Ruang Publik yang Bebas
SEIRING meningkatnya perhatian masyarakat dunia pada konflik yang sedang berlangsung di kawasan Timur-Tengah, tidaklah berlebihan jika perhatian ditujukan pada nasib pendidikan para pelajar Palestina di bawah negara Israel. Mereka ini, sebut penulis, mengalami dua peminggiran sekaligus. Selain terpinggirkan karena Palestina memang minoritas di bawah pemerintahan mayoritas Yahudi di Israel, mereka juga acap disorot sebagai bagian dari gerakan nasional Palestina.
Keunikan karya terbaru Majid Al-Haj, sosiolog Universitas Haifa, Israel, ini terletak pada pendekatannya. Pertama, ia melihat posisi para pelajar Palestina secara demografi lokal. Artinya, Majid melihat bagaimana posisi pelajar Palestina di tengah populasi Arab saat ini. Kedua, Majid mengobservasi kebijakan Israel terhadap masyarakat Arab yang berada di negara tersebut. Tatkala pemerintah Israel kurang mengakui masyarakat Arab sebagai penduduk minoritas secara nasional. Ketiga, Majid mencermati hubungan antara masyarakat Arab dan warga Palestina, yang sama-sama berada di Israel.
Kombinasi tiga amatan itu jelas menjadikan karya ini sangat layak diapresiasi. Sebab, karya ini mengungkap secara nyata apa yang sesungguhnya sedang terjadi di jagat pendidikan Palestina di Israel. Melalui kerangka teoritik yang solid, Majid mengawali dengan uraian seputar perubahan yang terjadi pada populasi masyarakat Arab yang semula mayoritas lalu pelan-pelan menjadi minoritas di wilayah yang kini dikuasai Israel. Perubahan ini terlihat dari status mereka, kebijakan langsung Israel pada mereka, dan juga hak-hak mereka sebagai minoritas di Israel.
Saat PBB mengadvokasi hak-hak warga minoritas pada tahun 1969. Langkah PBB ini segera berdampak ke minoritas Arab dan Palestina di Israel, meski di lapangan mereka tetap harus lebih giat lagi memperjuangkannya. Sebab, berbagai pembatasan masih diberlakukan pemerintah Israel terhadap mereka. Sampai pada tahun 2007, PBB mendeklarasikan hak penduduk asli untuk menentukan nasib sendiri, bahasa mereka harus diakui, budaya dan tradisi asli juga wajib dikabulkan. Setelah itu, organisasi-organisasi internasional juga mulai gencar mendorong setiap pemerintahan agar memperhatikan hak-hak penduduk asli tersebut.
Dalam amatan Majid, jumlah warga Palestina merosot drastis usai perang Arab-Israel pada dekade '60an di wilayah yang diambilalih Israel. Jika semula jumlah mereka di wilayah yang kini diduduki Israel itu lebih dari 1,5 juta jiwa, maka kini jumlah itu hanya kisaran 160 ribu saja. Dan hanya enam persen saja warga Palestina-Arab saat ini tersisa di Israel. Pada tahun 1986, José Martinez Cobo menulis laporan untuk PBB bahwa warga Palestina di wilayah Israel secara tegas membedakan diri mereka dari Israel. Sejak tahun 1950, para warga Palestina di Israel sudah gencar menyoal masalah tanah, budaya dan pendidikan.
Mereka sangat kritis pada proses Yudaisasi pemerintah Israel termasuk materi ajar dalam dunia pendidikan. Upaya pemerintah Israel ini tentu saja bertujuan mengubah identitas atau jati diri Palestina menjadi warga yang sepenuhnya bisa menerima apapun yang diberikan pemerintah Israel di bidang pendidikan. Dalam sejarah pendidikan Palestina di masa wilayah tersebut masih di bawah genggaman Inggris, yakni dari 1921-1947, jumlah pelajar Palestina di berbagai sekolah sebenarnya sangat tinggi. Mereka bersekolah di sekolah-sekolah muslim, sekolah Kristiani yang dikelola yayasan lokal atau sekolah Kristiani cabang dari organisasi internasional. Begitu Israel terbentuk pada 1948, seluruh sistem pendidikan di bawah kendali Kementerian Pendidikan Israel. Tidak boleh ada keragaman sistem lagi.
Ala kulli hal, hingga saat ini Israel hanya memberlakukan ''dua arus'' dalam satu sistem pendidikan, yaitu pendidikan sekuler dan pendidikan agama. Masalahnya, warga Palestina di Israel belum tentu bebas untuk bisa ikut dalam sistem pendidikan tersebut sembari tetap mempertahankan identitas Palestina. Pemerintah Israel memandang warga Palestina adalah minoritas yang punya hak pendidikan tapi mereka diwajibkan tunduk total pada penguasa Israel.
Penulis akademisi dan periset
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Paranoid Aktor Negara Mengawasi Warga
- Mengulas Kembali ''Pergerakan Merah'' Hindia Belanda
- Warga Butuh Ruang Publik yang Bebas