Ombudsman dan Komnas HAM Harus Minta Maaf ke Pimpinan KPK hingga Presiden Soal TWK

Ketua KPK Firli Bahuri bersama Presiden Joko Widodo/Net
Ketua KPK Firli Bahuri bersama Presiden Joko Widodo/Net

Gugatan uji materi Peraturan Komisi (Perkom) 1/2021 terkait Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang diajukan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif ditolak  Mahkamah Agung (MA) maupun Mahkamah Konstitusi (MK).


Menurut Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus, putusan dari dua peradilan tertinggi tersebut sudah menjelaskan upaya hukum yang dipilih 57 Pegawai KPK nonaktif dengan melapor ke Ombudsman RI dan Komnas HAM RI tidak tepat.

Sehingga Petrus menilai, rekomendasi-rekomendasi yang dikeluarkan Ombudsman dan juga Komnas HAM terkait proses alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah salah.

"Pimpinan ORI dan Komnas HAM RI harus meminta maaf kepada Pimpinan KPK, BKN, Menpan-RB bahkan kepada Presiden Jokowi," ujar Selestinus, dikutip Kantor Berita RMOLJatim dari  Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (12/9).

Dengan melihat satu keputusan peradilan tinggi, yakni putusan MA atas uji Materi Nomor: 26 P/HUM/2021 tanggal 9 September 2021, Selestinus menganggap rekomendasi Komnas HAM maupun Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan (LHAP) Ombudsman hanya bersifat tuduhan kepada Pimpinan KPK melakukan Maladministrasi dan Pelanggaran HAM.

"Karena ternyata tidak terbukti, yang terbukti justru sebaliknya. Di mana Komnas HAM dan ORI-lah yang melakukan Maladimistrasi ketika memproses tuntutan 57 Pegawai KPK nonaktif," tukasnya.

Sehingga, Salestinus berpendapat bahwa baik putusan MA maupun putusan MK Nomor: 70/PUU-XVII/2019 dan Putusan MK Nomor: 34/PUU-XIX/2021 yang juga menolak gugatan mengenai TWK, menegaskan para pegawai KPK tidak lagi berhak diangkat menjadi ASN.

"Ini menutup ambisi 57 Pegawai KPK nonaktif  dapat menjadi ASN di KPK meski TMS," demikian Selestinus.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news