Pakar Psikologi Forensik Ini Tak Setuju Predator Santriwati di Bandung Dikebiri, Ini Alasannya

Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel/Net
Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel/Net

Kasus kekerasan seksual yang dilakukan Herry Wirawan (HW) terhadap 12 santriwati di Kota Bandung membuat geram masyarakat. Seruan untuk menghukum HW dengan hukuman kebiri pun diserukan banyak kalangan.


Namun demikian, pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel, justru punya pendangan berbeda. Reza menilai hukuman kebiri bagi predator HW adalah sebuah salah kaprah. Sebab, menurut Reza, kebiri di Indonesia merupakan sebuah bentuk penanganan therapeutic.

"Masyarakat murka dan mendesak oknum guru bejat di Bandung dikebiri. Kebiri dianggap sebagai hukuman pedih, menyiksa, yang setimpal dengan kejahatan si predator. Itu jelas salah kaprah. Kebiri di Indonesia tidak diposisikan sebagai hukuman, melainkan sebagai perlakuan atau penanganan therapeutic," ucap Reza melalui keterangannya, Sabtu (11/12).

Sehingga, Konsultan Lentera Anak Foundationa ini, justru mendorong agar Herry dihukum lebih berat lagi. Yaitu hukuman mati.

"Jadi, bukan menyakitkan, kebiri justru jadi pengobatan. Kalau masyarakat mau predator dibikin sakit sesakit-sakitnya, ya hukuman mati saja. Tapi perlu revisi dulu terhadap UU Perlindungan Anak," jelasnya.

Selain itu, Reza juga menilai apabila dilakukan dengan cara dipaksa, kebiri justru akan menjadi bumerang. Pelaku yang dikebiri tanpa keinginan pribadi, akan lebih buas ketika sudah selesai menjalani hukuman.

"Kebiri therapeutic itu mujarab? Ya, kebiri semacam itu menekan risiko residivisme. Tapi kebiri yang manjur seperti itu adalah kebiri yang dilakukan berdasarkan permintaan pelaku sendiri. Bukan keputusan sepihak dari hakim yang mengabaikan kehendak si predator," tuturnya.

"Kalau dia dipaksa kebiri, bersiaplah kelak menyambut dia sebagai predator mysoped. Pemangsa superbuas, superganas, itulah dia nantinya," sambung Reza.

Lebih jauh lagi, dalam kasus Herry ini ada dua pertanyaan yang cukup membuat penasaran. Misalnya terkait alasan Herry tak minta para santri mengaborsi janin mereka.

"Padahal, lazimnya, kriminal berusaha menghilangkan barang bukti. Kedua, apakah selama bertahun-tahun para santri tidak mengadu ke orang tua mereka," paparnya.

"Alhasil, walau dari sisi hukum kita sebut peristiwa ini sebagai kejahatan seksual, tapi dari sisi psikologi dan sosiologi ada tanda tanya: tata nilai dan pola relasi apa yang sesungguhnya terbangun antara pelaku, korban, dan keluarga mereka," demikian Reza.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news