Pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT) menolak aturan standardisasi kemasan polos (plain packaging) yang tertuang dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai turunan PP 28/2024.
- Stabilkan Harga, Pemkot Surabaya Gelar Operasi Pasar di 10 Kecamatan dan Berhasil Jual Telur 618 Kilogram
- Dukung Energi Berkelanjutan, PT Paiton Energy Jalin Kerja Sama Dengan UGM
- Raih Award Best Bank 2023, BTN Optimistis Jadi The Best Mortgage Bank Asia Tenggara
Disebutkan dalam aturan tersebut, bahwa kemasan produk tembakau dan rokok elektronik akan diseragamkan polos dan melarang pencantuman logo atau desain kemasan produk. Kebijakan ini dianggap akan berdampak negatif berupa peningkatan peredaran rokok ilegal.
“Kemasan polos menjadi kekhawatiran utama kami karena dampaknya bisa memunculkan persaingan tidak sehat dan maraknya rokok ilegal,” kata Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Henry Najoan dalam keterangannya dimuat RMOL, Senin (16/9).
Henry menambahkan, penerapan kemasan polos ini akan menyulitkan untuk mengenali rokok ilegal dan rokok resmi. Imbasnya, publik bisa beralih ke rokok ilegal yang memiliki harga lebih terjangkau.
Sependapat dengan Gappri, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), I Ketut Budiman menilai aturan kemasan polos akan menyulitkan pengendalian rokok ilegal.
"Kemasan polos sama saja membiarkan konsumen jadi buta, akhirnya akan menguntungkan produk ilegal. Makanya kami petani AMTI, petani tembakau, petani cengkeh, para pekerja ini ya menolak aturan kemasan polos," kata Budiman.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Operasi Pemberantasan Rokok Ilegal, Bea Cukai dan Pemkab Probolinggo Sita Ratusan Ribu Batang
- Tekan Peredaran Rokok Ilegal, Pemkot Surabaya bersama Bea Cukai Sisir Toko Kelontong
- Gelar Razia, Petugas Gabungan di Tuban Belum Temukan Toko Kelontog Menjual Rokok Ilegal