Di tengah komitmen pemerintahan Prabowo Subianto yang gencar menangkap koruptor, namun dalam implementasinya masih tanda tanya besar.
- KPK Harap Prabowo Komitmen Berantas Korupsi
- Putusan Kasasi MA Perintahkan KPK Kembalikan Rumah Istri Rafael Alun Dianggap Tidak Mendukung Pemberantasan Korupsi
- Cak Imin: Jangan Ada Pemberantasan Korupsi Berdasarkan Kriminalisasi
Pakar hukum pidana, Prof. Romli Atmasasmita menilai pemberantasan korupsi saat ini juga masih terkesan sarat kepentingan politik.
“Setahu saya, undang-undang sebaik apapun yang kita susun, yang kita buat, sekecil apapun, kalau sudah berhubungan dengan kalangan menengah ke atas termasuk oligarki tumpul,” ujar Prof. Romli dikutip dari kanal Youtube Indonesia Lawyers Club, Kamis malam, 6 Maret 2025.
Lanjut dia, pemerintah belum tampak dalam komitmen memberantas korupsi. Ia pun berharap Prabowo menjadi orang yang berani dan tidak terpengaruh oligarki.
“Jadi betul-betul hukum antikorusi itu sebagai sarana, alat saja untuk menumpas lawan-lawan politik. Ini yang saya lihat. Contoh, kenapa baru Lembong saja? Yang lain dari dulu apa tidak ada masalah? KPK juga sama, kenapa, Yasin Limpo saja, yang lain memang tidak ada masalah? Banyak hal yang perlu kita pertanyakan,” jelasnya.
Lulusan S1 Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) ini juga mengungkap pemberantasan korupsi selama 25 tahun ini belum berjalan maksimal.
“Sudah 78 tahun kita merdeka, tapi rasa-rasanya, saya belum terbebas dari mencari solusi yang tepat, yang bagaimana dapat dilihat ini loh hasilnya,” tegas dia.
“Kesejahteraan juga tidak membaik, utang saja yang bertumpuk. Kalau kita baca, sayang menyusun Undang-undang Tipikor dengan teman-teman, Pasal 14 UU Tipikor sudah membatasi kerugian negara jangan kemana-mana,” pungkasnya dimuat RMOL.
Dengan kata lain, Prof. Romli agar kerugian negara atau uang sitaan hasil korupsi itu harus dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Prabowonomics Mengancam Mafia dan Oligarki
- Uang Sitaan Hasil Korupsi ke Mana?
- Amandemen UUD 1945 Jadi Pintu Masuk Oligarki Menguasai Indonesia