Dalam konteks pemilihan yang seharusnya menawarkan kompetisi gagasan dan pilihan, calon tunggal justru tidak memberikan alternatif yang memadai bagi pemilih. Pilkada dengan calon tunggal masih jauh dari ideal.
- Desakan Dikeluarkan dari Koalisi Usai Deklarasi Dukung Anies, NasDem: Kenapa kok Panas?
- Megawati Masih Pantau Antara Puan Atau Ganjar
- Allah Membuat Covid-19 Sebagai Skenario Ujian Keimanan Manusia
Kendati demikian, menurut Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, pemilih tetap memiliki dua opsi.
Mereka bisa mencoblos foto paslon tunggal jika setuju, atau memilih kotak kosong jika menginginkan alternatif kepemimpinan.
"Kotak kosong berbeda dengan abstain atau tidak datang ke TPS," kata Titi seperti dikutip dari RMOL, Jumat (20/9).
Sebab, kotak kosong merupakan pilihan yang sah dan konstitusional sebagai saluran politik pemilih dalam Pilkada bercalon tunggal.
Jika kotak kosong memperoleh suara terbanyak mengalahkan calon tunggal, maka pemilihan akan diulang pada tahun berikutnya, yaitu pada 2025.
"Bukan hanya pemungutan suara yang diulang, namun seluruh tahapan akan dilakukan kembali sebagai konsekuensi pilkada ulang," jelas Titi.
Dia pun berharap di masa mendatang, fenomena calon tunggal dapat ditekan dan pilkada menjadi ajang kompetisi antar kader terbaik partai.
Ia juga menyoroti pentingnya evaluasi jadwal pemilu dan pilkada yang sering diadakan bersamaan.
Hal ini, menurutnya, membuat partai politik kesulitan dalam merekrut calon berkualitas dan lebih mengedepankan pragmatisme dibandingkan politik gagasan.
"Dengan berbagai perbaikan tersebut, harapannya pemilu bukan sekadar ritual rutin setiap lima tahun sekali untuk melakukan sirkulasi elite," pungkasnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Kumpulkan Parpol, KPU Kota Probolinggo Evaluasi Pelaksanaan Pilkada 2024
- KPU Jombang Tetapkan Warsubi-Salman Bupati dan Wakil Bupati Terpilih Pilkada 2024
- KPU Banyuwangi Fokus Hadapi Persidangan Gugatan Paslon di MK