Pemerintah Kabupaten Jember bergerak cepat menangani kasus stunting sejak hasil Survei Status Gisi Indonesia (SSGI) dari Kementerian Kesehatan diumumkan dan menempatkan kasus stunting di Jember tertinggi di Jawa Timur.
- Ikut Retret di Akmil, Wali Kota Eri Paparkan Penanganan Kemiskinan dan Stunting
- Haul Gus Dur, Bathsul Masail Tebuireng Bahas Dua Tema Besar: Bullying dan Stunting
- Atasi Stunting, Perumda Air Minum Tirta Dharma Purabaya Dapat Penghargaan dari Pj Bupati Madiun
Sesuai hasil survei tersebut, prevalensi stunting di Jember mencapai 34,9 persen di tahun 2022. Tampaknya upaya Pemkab Jember berhasil menggeser dari peringkat tertinggi, turun ke peringkat ke 4 di Jawa Timur.
"Berdasarkan data riil dari hasil pengukuran menggunakan alat antropometri, angka prevalensi stunting di Jember per Juni 2024 sebesar 7,43 persen," kata Kepala Dinas Kesehatan Jember, Hendro Soelistijono, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Rabu (31/7).
Dia menjelaskan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Kemenkes RI, prevalensi stunting di Jember pada 2022 mencapai 34,9 persen. Namun hasil SKI terbaru pada tahun 2023, prevalensi stunting di Jember turun sebanyak 5,2 persen, sehingga prevalensi stunting menjadi 29,7 persen.
"Jember yang awalnya tertinggi di Jawa Timur, kini berada di peringkat empat tertinggi di Jawa Timur," katanya.
Hendro menjelaskan, dalam SKI Kemenkes RI itu, tidak menunjukkan total jumlah balita yang ada di Jember. Namun Kemenkes hanya mengambil sampel data sebanyak 9.000 balita.
Meski demikian, Hendro tidak mempermasalahkan data tersebut dan sah-sah saja karena itu survei.
Karena itulah Dinas Kesehatan Jember melakukan pengukuran langsung di lapangan, sehingga memiliki data riil berdasarkan by name by address (nama dan alamat) balita. Dinas Kesehatan Jember mencatat pada tahun 2024 ada 150.000 balita di Jember.
Sejauh ini 150.000 balita itu sudah dilakukan pengukuran menggunakan alat antropometri. Berdasarkan hasil pengukuran itu, selama dua bulan terakhir angka stunting di Jember mengalami penurunan.
Pada Mei 2024, angka stunting sebesar 9,53 persen dari 150.000 balita di Jember atau sebanyak 12.244 balita berstatus stunting.
"Sedangkan pada bulan Juni 2024 mengalami penurunan menjadi 7,43 persen atau sebanyak 10.414 balita di Jember masuk kategori stunting," terangnya.
Berdasarkan data riil hasil penimbangan dan pengukuran menggunakan alat antropometri dari rumah ke rumah, lanjut dia, angka stunting di Jember jauh di bawah hasil SKI tahun terakhir.
Meskipun menunjukkan hasil yang positif, namun Dinas Kesehatan bersama OPD lainnya belum merasa puas. Karena itu, selain memaksimalkan anggaran melalui APBD Jember juga menggunakan dana CSR dari perusahaan yang ada di Jember.
CSR tersebut salah satunya dikemas dalam kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi ibu hamil dan balita. Pemkab Jember juga sedang melaksanakan pengawasan dengan melibatkan seluruh ASN Pemkab Jember.
Selain itu, Bupati Jember juga telah memperketat pengajuan dispensasi menikah. Pengetatan tersebut saat sedang disosialisasikan secara masif ke desa-desa.
Dalam pengawasan itu, Bupati Jember Hendy Siswanto mewajibkan ASN menjadi bapak asuh balita stunting. Bahkan, Dinas Kesehatan Jember akan meningkatkan pengawasan partisipatif.
Sehingga, kedepannya tidak hanya ASN yang memiliki kewajiban menangani stunting, tetapi juga ada keterlibatan masyarakat.
Kendati demikian, lanjut Hendy, pengawasan partisipatif bukan berarti masyarakat diminta membantu balita stunting dengan mengeluarkan biaya. Tetapi masyarakat cukup merasa terlibat dalam melakukan pengawasan dan pelaporan.
Pengawasan partisipatif itu selain untuk memastikan seluruh balita stunting mendapatkan bantuan dari pemerintah, juga sekaligus mengawasi agar bantuan yang diberikan pemerintah tepat sasaran.
Ke depan pendampingan oleh ASN akan ditingkatkan menjadi pendampingan oleh seluruh masyarakat. Masyarakat bisa membantu mengawasi balita stunting agar mendapatkan akses bantuan dari pemerintah makanan dan kesehatan gratis.
"Masyarakat juga bisa membantu mengawasi bahwa PMT yang diberikan benar-benar dikonsumsi oleh balita stunting, bukan dimakan orang tua atau saudaranya,” jelasnya.
Sementara Ketua Tim Percepatan Penanganan Stunting (TPPS) Jember, penanganan stunting tidak hanya penanganan di hilir saja, tapi juga harus dari hulu. Sebab, jika penanganan di hilir, maka tetap jebol.
"Salah penanganan stunting dari hulu, yakni memperketat dan pengawasan terhadap pernikahan anak. Selain memberikan edukasi pada calon pengantin, sebelum memasuki jenjang hidup berumah tangga dan sebagainya," paparnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Wujudkan Implementasi UHC Prioritas, 5.000 Perawat Jember Siap Berjibaku Dukung Program Kesehatan Gus Bupati Jember
- Angka Kemiskinan Jember Masih Tertinggi Kedua di Jawa Timur, Gus Fawait Prioritaskan Koperasi dan Peningkatan IPM
- Pemkab Kerahkan Tim URC untuk Perbaikan Jalan Rusak di Jember