Pemprov Jatim Jangan Memaksakan Diri Bangun Kilang Minyak di Tuban

Anggota DPRD Jatim asli Tuban, Agus Maimun mendesak Pemprov Jatim tidak memaksakan kehendak untuk segera memulai proyek pembangunan Kilang Minyak di Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban ada awal 2019 sebelum ada kepastian dan jaminan bahwa masuknya investasi ratusan triliun itu bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.


"Sebagai putera daerah, kami mengapresiasi masuknya investasi besar di Tuban. Namun kepentingan  kemasyarakatan harus tetap diutamakan. Jika tak kunjung diselesaikan kami akan di belakang masyarakat," tegas caleg DPR RI Dapil Tuban - Bojonegoro saat dikonfirmasi Selasa (8/1/2019).

Lebih jauh anggota Komisi B DPRD Jatim itu menjelaskan bahwa masyarakat yang lahannya hendak dibebaskan masih trauma karena proses industrialisasi yang telah berjalan di Tuban selama ini ternyata kurang berdampak nyata bagi masyarakat sekitar industrialisasi, khususnya pada tingkat kesejahteraannya.

"Investasi asing yang masuk ke Tuban baik berupa pabrik semen, TPPI dan PLTU selama ini kurang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sekitar karena sebagian besar pekerja berasal dari luar daerah bahkan tenaga kerja asing," ungkap Agus Maimun.

Ia juga menyarankan supaya pembangunan kilang minyak terbesar di Indonesia tidak dipaksakan sebelum ada kontribusi yang berbanding lurus dengan masyarakat sekitar khususnya para pemilik lahan yang hendak dibebaskan. "Makanya kami mendorong investasi dengan komitmen atau MoU dengan pemerintah sebagai pengawalnya," pinta ketua Karang Taruna Jatim ini.

Di sisi lain, jika mengacu pada aturan perundang-undangan tentang pembebasan lahan, pemerintah itu hanya punya kewenangan di untuk membantu pengadaan lahan industri hulu. Padahal kilang minyak yang akan dibangun itu termasuk industri hilir, sehingga kalau masyarakat menolak pemerintah juga tidak bisa berbuat apa-apa.

Di Jatim juga memiliki Peraturan Daerah (Perda)tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) sehingga pemerintah tak bisa seenaknya memaksa masyarakat untuk melepaskan tanahnya untuk industrialisasi tanpa memikirkan kesejahteraan masyarakat sekitar dalam jangka panjang.

Pertimbangan lainnya, lanjut Agus Maimun, hingga saat ini progres pembebasan lahan dari yang direncanakan seluas lebih kurang 1000 hektar juga belum jelas.  Pasalnya, pemilik lahan masih ingin mempertahankan karena lahan tersebut sangat produktif untuk pertanian sehingga kalau masyarakat langsung dipaksa alih profesi mereka nanti akan makan apa.

"Proyek kilang minyak di Tuban itu menggandeng investor dari luar negeri bernama PT Rosneft sebagai funding. Artinya kalau lahan sudah terbebas dan siap, baru mereka akan mengucurkan dananya sehingga peran pemerintah hanyalah sebagai appraisal," pungkasnya.[bdp

ikuti terus update berita rmoljatim di google news