Penambahan masa jabatan kepala desa (Kades) menjadi sembilan tahun untuk dua periode yang masuk usulan draft revisi UU 6/2014 tentang Desa menuai kritik.
- Polemik Sertifikat HGB-SHM di Laut Tangerang, MAKI Laporkan Kades hingga BPN ke KPK
- Tak Terima Dituduh Terima Sogokan, Kades di Probolinggo Adukan Warganya ke Polisi
- Jelang Pilkada 2024, Satgas AMP Probolinggo Ultimatum Kades Hindari Politik Uang
Pasalnya, usulan tersebut dinilai kental dengan nuansa kepentingan politik menjelang pelaksanaan Pemilu 2024. Alasannya, karena UU akan otomatis berlaku setelah diundangkan.
“Jadi ini tentu saja tidak sehat ya kalau kemudian diterapkan langsung, karena nuansa transaksinya terbaca,” kata Direktur Pusat Studi dan Kajian Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari melansir Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (29/6).
Menurut Feri, untuk menghindari potensi transaksional itu, maka revisi UU Desa harus digarap secara serius dan mendalam oleh DPR. Salah satunya, dengan tidak langsung memberlakukan UU saat sudah disahkan.
“Jika itu dilakukan, maka tidak ada bedanya kita dengan masa-masa suram di bawah rezim pemerintahan Orde Baru di mana zaman Orba memanfaatkan kades untuk terlibat langsung dalam kecurangan pemilu,” demikian Feri.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Polemik Sertifikat HGB-SHM di Laut Tangerang, MAKI Laporkan Kades hingga BPN ke KPK
- Tak Terima Dituduh Terima Sogokan, Kades di Probolinggo Adukan Warganya ke Polisi
- Jelang Pilkada 2024, Satgas AMP Probolinggo Ultimatum Kades Hindari Politik Uang