Gagalnya sidang paripurna pengesahan bersama perubahan Perda nomor 1 tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah ( RTRW) menjadi Perda RTRW Kabupaten Jember 2024 - 2044, dinilai akademisi sebagai bentuk ingin lari dari tanggung jawab.
- Pemprov Jatim Dinilai Kebobolan Atas Melonjaknya Kasus Covid-19 Di Bangkalan
- Tinjau Posko Pelayanan Mudik di Ngawi, Pj Gubernur Adhy: Layanannya Lengkap dan Pemudik yang Lelah Berkendara Silahkan Istirahat
- Julianto PH: Kompetisi Ideal Bukan Menjatuhkan Internal
Pasalnya sidang paripurna persetujuan bersama Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah 2024-2044 ini, sudah diagendakan, Jumat (16 Agustus 2024) lalu.
Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ( Fisip) Universitas Jember, Dr. Muhammad Iqbal, menyesalkan kejadian penolakan dari sebagian anggota Dewan untuk bersepakat mengadakan sidang paripurna untuk memutuskan Raperda RTRW.
"Kenapa disesalkan, karena proses pembahasan Raperda tersebut, sudah cukup lama, mulai tahun 2022. Tentunya sudah melewati tahapan teknokratik yang tidak mudah dan sudah banyak masukan - masukan dan catatan dalam pembahasan perda itu," ucap Doktor Komunikasi politik Unej, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Selasa (20/8).
Bahkan diakhir pembahasan pada bulan Juli - Agustus 2024, sudah ada singkronisasi muatan RTRW antara kabupaten dengan provinsi dalam pembahasan lintas sektor (Linsek) hingga keluar keputusan subtansi. Selanjutnya dilanjutkan dengan pembahasan lagi dengan OPD dengan pihak terkait, sayangnya saat akan dilakukan paripurna pengehasan bersama pada Jumat (16/8), justru dibatalkan.
"DPRD Jember sekarang mau cuci tangan, tidak bertanggungjawab dengan mempermainkan proses bernegara. Mereka menista proses dan kualitas hirarki teknokratis para pemangku kebijakan," kritik pakar komunikasi politik ini.
Dengan berakhirnya masa jabatan anggota dewan 2019-2024 pada 21 Agustus 2024 ini, tentunya penetapan raperda tersebut diserahkan kepada DPRD Jember 2024-2029 yang dilantik pada 21 Agustus 2024.
"Menyerahkan kepada DPRD baru untuk pengesahan dengan mengulur waktu dan mengabaikan seluruh proses panjang adalah cermin tidak bertanggung jawab dan mental mau cuci tangan," terangnya.
Dijelaskan Iqbal Setelah materi teknis disusun pada 2021, sejumlah kegiatan mulai dari konsultasi publik, sinkronisasi dan konsultasi teknis dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, hingga forum lintas sektor bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang-Badan Pertanahan Nasional telah dilaksanakan.
Dalam proses itu, DPRD Jember juga dilibatkan. Bahkan pada 22 September 2023, Bupati Hendy Siswanto dan DPRD Jember telah membuat Berita Acara Kesepakatan Bersama tentang Substansi Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jember tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jember 2023-2043.
Tim Kelompok Kerja RTRW Kementerian ATR-BPN memberikan nilai 99 persen kepada RTRW Jember, yang artinya dinyatakan layak untuk masuk tahap lintas sektor. Rapat koordinasi lintas sektor dilaksanakan pada 11 Juli 2024 di Hotel Bidakara, Jakarta, dengan dihadiri perwakilan DPRD Jember.
Menurut Iqbal, selama proses teknokratik tersebut, DPRD Jember seharusnya membawa dan menyuarakan kepentingan rakyat, mulai dari urusan kekayaan sumber daya alam, lingkungan, hingga aspek kerentanan bencana alam.
Jika anggota Dewan menjalankan fungsi legislasi dan pengawasan dalam pembahasan lintas sektor di Jakarta, seharusnya itu semua sudah tuntas.
Semua pembahasan teknokratik itu bermuara pada terbitnya persetujuan substansi terhadap materi perda itu oleh Menteri ATR-BPN pada 22 Juli 2024.
Persetujuan substansi adalah persetujuan yang diberikan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang penataan ruang, yang menyatakan bahwa materi rancangan peraturan daerah/ peraturan kepala daerah tentang rencana tata ruang telah mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang, kebijakan nasional, dan mengacu pada rencana tata ruang secara hierarki.
Berdasarkan aturan, Pemkab Jember kemudian diberi waktu untuk menyelesaikan proses penetapan raperda tersebut hingga 22 September 2024. Dua hari setelah persetujuan substansi terbit, Bupati Hendy Siswanto melayangkan surat tentang Permohonan Pembahasan Ranperda RTRW Kabupaten Jember kepada DPRD Jember.
"Namun hingga Selasa (20/8), DPRD Jember tak juga mengagendakan ulang sidang paripurna persetujuan bersama tersebut. Dari tujuh fraksi di DPRD Jember, hanya Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang menginginkan sidang paripurna digelar," terangnya.
Keengganan DPRD Jember menggelar paripurna ini, menurut Iqbal, telah mengubah ruang teknokratik menjadi wilayah politik. Tanpa perda, maka bupati dipaksa menerbitkan peraturan kepala daerah (perkada).
Menurutnya, Jika kemudian dalam muatan Perkada RTRW itu terkandung kepentingan-kepentingan yang belum tentu sejalan dengan kepentingan masyarakat Jember, maka masyarakat akan memprotes bupati. Dalam konteks itu DPRD yang seharusnya mengawal itu semua, bisa lepas tangan kalau ada penolakan dari masyarakat ketika ada upaya pemanfaatan tata ruang.
Posisi Bupati Hendy terjepit. Menurut Iqbal, jika bupati tidak menerbitkan perkada, maka RTRW akan disahkan dengan surat keputusan Menteri ATR-BPN.
"Ini adalah dampak krusial bila Raperda RTRW berlarut tak kunjung disahkan, bahkan pada saat DPRD baru nanti, adalah hilangnya keotonomian Jember atas penataan dan pemanfaatan ruang," jelasnya.
Dengan demikian, Peluang dan kepentingan pemerintah pusat untuk menentukan kemanfaatan RTRW Jember jadi celah lebar yang lebih terbuka.
Sebelumnya, Lima fraksi di DPRD Jember, menolak pengesahan Raperda RTRW dalam forum pertemuan Ketua Pansus, Fraksi dan pimpinan DPRD Jember. Kelimanya yakni Fraksi Gerakan Indonesia Berkarya (GIB), Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Nasional Demokrat, Fraksi Pandekar, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan. Sedangkan Fraksi yang menerima adalah Fraksi PDI Perjuangan dan PKS.
"Ketua-ketua fraksi menyampaikan aspirasi, bahwa justru kalau diparipurnakan hari ini, Jumat (16/8), kesannya terburu-buru. Wong kita dikasih waktu dua bulan kok. Kenapa dua bulan ini tidak dimaksimalkan. Kalau dimaksimalkan, kita bisa memelototi peta tata ruang lebih detail lagi," kata Ketua DPRD Jember, Itqon Syauqi.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- DPRD Jember Apresiasi UHC Prioritas Bupati Gus Fawait
- Pemkab Jember Serahkan Ranwal RPJMD ke Dewan Untuk Segera Dibahas
- Minyakita Tak Sesuai Takaran Beredar di Jember, Dijual di Atas HET