Hingga saat ini masih ditemukan peserta Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terutama pasien penerima bantuan iuran (PBI) di Blitar, masih menghadapi ketidaktersediaan obat di sejumlah faskes. Akibatnya, mereka mengeluarkan biaya sendiri (out of pocket) membeli obat di luar faskes.
- Gubernur Khofifah Blusukan ke Pasar Sayur Magetan Pastikan Harga Bapok Stabil, Daya Beli Terjaga
- Pertama di Dunia, 250 channel YouTube Siarkan Haul Emas KH Abd Wahab Chasbullah
- Peringati Hari Santri Nasional 2022, Pemkot Surabaya Gandeng PCNU Kenang Jasa Para Syuhada
"Ya selama Periode Juli sampai September 2018 lalu, KRPK Blitar bersama ICW telah mengadakan program pemantauan dan advokasi riset obat di Kota dan Kabupaten Blitar berbarengan dengan Medan, Aceh dan Banten,†kata Koordinator KRPK Imam Nawawi dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kantor Berita , Senin (5/11).
Hasil pemantauan KRPK, dari 101 pasien yang menjadi sampel dalam penelitian ini terdapat tujuh pasien yang didapati membeli obat di apotek luar rumah sakit. Dari tujuh pasien tersebut didapati bahwa 5 pasien ditemukan membeli obat di luar apotek rumah sakit, 1 pasien mendapat jatah kurang dari jatah yang seharusnya, dan seorang pasien harus membeli obat di luar rumah sakit karena obat yang dibutuhkan tidak masuk dalam formularium nasional.
"Padahal salah satu manfaat yang dijamin dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan adalah pelayanan obat-obatan di berbagai jenjang fasilitas kesehatan. Pasal 20 ayat (1) Perpres No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sudah disebutkan,†jelas Imam.
Ditambahkan Imam, faktor yang diduga menyebabkan kekosongan obat adalah, pertama kesalahan perencanaan kebutuhan obat. Perencanaan kebutuhan obat yang dituangkan dalam Rencana Kebutuhan Obat (RKO) tidak akurat sehingga obat yang dibeli tidak mencukupi kebutuhan.
Kedua, faktor ketidaksengajaan dapat terjadi dalam penyebab ini. Namun demikian, kesengajaan dalam perencanaan untuk tidak menyediakan atau merencanakan tetapi tidak sesuai kebutuhan juga dimungkinkan terjadi. Hal ini dapat dilakukan oleh pejabat atau staf perencana di masing-masing instansi.
"Setelah kami teliti lebih dalam dengan mewawancarai beberapa stakeholder terkait seperti Kepala Dinas Kesehatan Kota dan Kabupaten Blitar, Direktur RSUD Ngudi Waluyo dan Mardi Waluyo, serta perwakilan Kepala Puskesmas Kabupaten dan Kota Blitar. Bahkan kami juga sempat mewancarai salah satu Kepala Cabang distributor obat atau yang disebut dengan Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang ada di Malang, kami dapati bahwa penyusunan RKO yang ada di Puskesmas dan Rumah Sakit di Kabupaten dan Kota Blitar sudah sesuai prosedur,†tulisnya.
Adapun terkait akurasinya juga sudah cukup baik mengingat kekosongan obat di Blitar secara umum juga jumlahnya cukup kecil. Kesimpulan ini didapat setelah menelaaah data RKO dan Formularium Rumah Sakit dari beberapa instansi tersebut.
Imam menegaskan, dari hasil pemantauan dan penelitian KRPK Blitar, serta hasil wawancara dengan para stakeholder terkait, ada beberapa fakor yang disinyalir menjadi penyebab kokosongan obat khususnya di wilayah Blitar, yaitu:
Ketiga, pihak distributor obat sengaja tidak melayani pemesanan karena adanya tunggakan hutang yang belum dibayar sehingga sistemnya nge-lock. Ini adalah imbas dari telatnya pembayaran klaim pihak BPJS kepada Rumah Sakit yang jumlahnya miliaran rupiah.
Keempat, kesalahan dan ketidakakuratan dalam penyusunan RKO dalam skala nasional, yang berdampak pada kurang tepatnya jumlah produksi obat oleh Industri Farmasi (sesuai data Kemenkes tahun 2018, RS Swasta baru 50% yang menyusun dan mengumpulkan RKO).
"Berpijak dari ini, kami simpulkan bahwa penyebab kekosongan obat yang terjadi di wilayah Blitar khususnya bukan murni terkait kesalahan penyusunan RKO melainkan banyak faktor yang mempengaruhi,†urainya.
Disebutkan Imam, satu hal yang cukup menjadi perhatian adalah seluk beluk yang ada pada Industri Farmasi (IF) selaku bagian utama produsen obat.
"Apakah betul mereka benar-benar memproduksi obat dengan mengacu pada RKO yang sudah dibuat oleh FKTP dan FKRTL dan telah disampaikan oleh Kemenkes atau ada sebab-sebab lain yang melatar belakanginya, seperti motif bisnis dan lain sebagainya? Kami meyakini bahwa banyak kemungkinan bisa saja terjadi,†pungkasnya.[aji
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Peringati Tsunami Aceh, 17 Obor Dinyalakan
- Cegah Banjir di Surabaya, Pemkot Bersama PDAM Geser Pipa di Manukan
- Aliansi Anti Korupsi, Kota Probolinggo Apresiasi Lapas II B Gagalkan Penyelundupan Narkoba ke Dalam Lapas