Pernyataan Gubsu Soal Tenggat Waktu Mundur- Sindiran Metafora

. Orang yang dipimpin sudah seharusnya dan hal yang wajar untuk patuh kepada pemimpinnya. Apalagi, jika pemimpin itu hasil pemilihan yang demokratis.


Pandangan itu disampaikan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (FH USU), Prof Dr OK Saidin SH MHum, terkait munculnya beragam pandangan soal pidato Gubsu saat peringatan Hari Pers Nasional (HPN) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumut, beberapa waktu lalu.

Saidin mengatakan, dirinya ikut dalam seluruh rangkaian kegiatan HPN itu sehingga mendengar secara utuh seluruh isi sambutan Gubsu yang mengupas berbagai hal, seperti persoalan sampah, termasuk tentang kepemimpinan yang di dalamnya juga muncul soal waktu empat bulan ke depan, yang oleh sebagian kalangan ditafsirkan sebagai waktu pengunduran diri.

Guru Besar Sosiologi Hukum ini menjelaskan, pernyataan Edy itu tidak bisa ditafsirkan secara letterlijk (gramatikal). Pernyataan itu sebenarnya adalah metafora atau sindiran halus terhadap pemimpin yang tidak mendapat dukungan rakyat.

Itu gaya bahasa pemimpin yang arif. Ada nilai rasa bahasa yang tersembunyi di dalamnya," jelasnya seperti dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Senin (6/5).

Ditambahkannya, Edy menggunakan metafora atau sindiran itu karena dia dibesarkan dalam tradisi Melayu yang kaya metafora. Tentu saja, sindiran halus dan tajam serta metafora itu ditujukan kepada orang-orang yang cerdas dan mau berpikir.

Saidin juga merujuk kepada kitab suci umat Islam, Alquran, yang kaya metafora dan sindiran kepada orang-orang yang tidak mau berpikir. Karena itulah, penyebutan empat bulan ke depan, tidak bisa ditafsirkan secara hitam-putih.

Angka itu untuk menyebutkan waktu yang singkat agar rakyat dapat merasakan kepemimpinannya. Apalagi, Pak Edy bertekad untuk menjadi pemimpin yang adil di Sumut. Inti pidato Pak Edy, kalau sudah diberi kepercayaan, rakyat harus mendukung,” tegasnya.

Selain itu, pernyataan tersebut juga menggambarkan demokrasi yang ideal. Kalau pemimpin sudah terpilih secara demokratis, semua harus mengikuti pemimpin. Oposan tidak boleh berlanjut pasca-terpilihnya pemimpin.

Sama seperti kita memilih imam salat. Kalau sudah dipilih, makmum harus ikut," ujarnya.

Tafsir a-contrario

Wakil Dekan I FH USU ini menjelaskan, penyebutan jangka waktu tertentu oleh Gubsu itu, juga harus dilihat berdasarkan penafsiran a-contrario yang dikenal dalam ilmu hukum. Dalam penafsiran ini, jelas bahwa Edy sudah terpilih memimpin Sumut lima tahun ke depan. Tidak mungkin mundur atau dimundurkan hanya dengan ungkapan dalam pidato.

Berdasarkan penafsiran a-contrario, jangka waktu empat bulan yang disebutkan Edy bukan ditujukan kepada dirinya sendiri, tapi pada orang lain yang dipimpinnya. Ini yang tidak dipahami banyak orang.

Menurut tafsir a-contrario, yang dimaksudkannya adalah dalam empat bulan ke depan jika ada orang yang di bawah kepemimpinanya tidak mau dipimpin, silakan mengundurkan diri. Sifatnya adalah mengimbau (regelen), mengingatkan dan bukan memaksa," terangnya.

Dalam penilaiannya, pernyataan Gubsu itu disampaikan dalam konteks kepemimpinan yang baik. Rakyat yang dipimpin harus patuh kepada pemimpinnya. Kegagalan dalam menjalankan program atau strategi, antara lain, adalah karena yang dipimpin tidak menjalankan strategi atau tidak patuh.

"Itu (strategi kepemimpinan, red) adalah ilmu dan keahlian Pak Edy sebagai mantan Pangkostrad," ujarnya.

Di sisi lain, Saidin mengakui, sebagai pemimpin tidak bisa membuat semua orang senang. Untuk itu, dibutuhkan kearifan dan kesabaran. Gubsu diyakininya sudah sampai ke tahap itu karena merupakan sosok religius.

Kalau gaya kepemimpinan militernya terbawa, itu dapat kita maklumi. Tapi, bukan berarti dia tidak bisa kompromi dan kaku. Pak Edy orang yang tegas dalam prinsip," sebutnya.

Menurutnya, intinya ialah seorang gubernur memerlukan dukungan dari rakyat. Gubernur ingin mengajak seluruh masyarakat Sumut saling membahu membangun provinsi ini. Kritik atau teguran tetap bisa dilakukan, tapi disampaikan secara bijak dengan berdasarkan etika dan norma.

"Hari ini Pak Edy adalah pemimpin rakyat Sumut, baik yang pro maupun kontra. Pemimpin bagi mereka yang kalah dan menang. Pemimpin yang kaya dan papa. Pemimpin bagi orang yang mendapat kesempatan atau mereka yang tertindas di Sumut,” tandas dia. []

ikuti terus update berita rmoljatim di google news