Pesantren Lateng yang menjadi tempat berdirinya organisasi kepemudaan terbesar di Indonesia, GP Ansor, bakal didaftarkan menjadi cagar budaya.
- Ketua Fraksi Demokrat DPRD Jatim Minta BPBD Jatim Antisipasi Letusan Gunung Raung
- Bupati Ipuk Pastikan Ketersediaan Kebutuhan Warga Terdampak Banjir Pesanggaran Banyuwangi
- Bertemu Ribuan Nelayan di Pasar Ikan Muncar, Khofifah Siap Wadahi Aspirasi Perluasan TPI Hingga Pembangunan Breakwater
“Bangunannya sangat luar biasa. Masih original. Apalagi ini merupakan tempat yang bersejarah,” ungkap Endang Prasanti, anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Jawa Timur. Endang menyempatkan diri mengunjungi pesantren tersebut pada 13 Juni 2023 lalu.
Dalam amatannya, Endang meyakini, bahwa pesantren tersebut diduga kuat sebagai obyek cagar budaya. Begitu pula dengan bangunan masjidnya yang terletak dalam satu kawasan.
“Tapi, nanti perlu kajian lebih jauh. Apa penetapannya berupa bangunan ataukah kawasan,” sebutnya.
Sementara itu, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menyatakan siap mendukung pendaftaran Pesantren Lateng menjadi cagar budaya. Menurutnya, pihaknya siap berkolaborasi untuk mengawal inisiatif warga dalam melindungi situs-situs yang bernilai cagar budaya.
“Pada prinsipnya, kami sangat mengapresiasi langkah masyarakat ini dan siap untuk memfasilitasi,” ujar Ipuk, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Jumat (7/7).
Kompleks pesantren yang terletak di Jalan Riau, Kelurahan Lateng, Banyuwangi itu diajukan sebagai cagar budaya atas inisiatif Takmir Masjid Kiai Saleh, Dewan Kesenian Blambangan, Komunitas Pegon dan dikawal oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Banyuwangi.
Pengajuan tersebut didasarkan atas dua hal. Yang pertama, adanya fisik bangunan yang masih terjaga orisinalitasnya. Sedangkan yang kedua secara historis, gedung tersebut menyimpan sejarah penting dalam perjalanan bangsa.
“Jika kita lihat, bangunannya masih berarsitektur art deco khas bangunan masa kolonial. Ubinnya dan tembok-temboknya menyiratkan secara kuat,” ungkap founder Komunitas Pegon, Ayung Notonegoro menjelaskan bangunan yang selesai dibangun pada 1918 itu.
Pesantren tersebut juga memiliki sisi historis yang luar biasa. Salah satunya pada 24 April 1934, ditempat tersebut menjadi sidang Majelis Syuriyah Muktamar ke-IX Nahdlatul Ulama. Dalam sidang tersebut, menghasilkan sejumlah keputusan penting. Di antaranya adalah diterimanya Anshoru Nahdlatoel Oelama (ANO) sebagai bagian resmi dari NU.
“ANO ini kini dikenal sebagai Gerakan Pemuda Ansor. Badan otonom NU yang memiliki keanggotaan terbesar dalam organisasi kepemudaan di dunia,” jelas Ayung.
Selain memiliki bangunan yang berpotensi menjadi cagar budaya, Pesantren Lateng juga menyimpan sejumlah manuskrip kuno yang juga berpotensi menjadi cagar budaya. Seperti halnya Babad Tawangalun beraksara pegon ataupun naskah-naskah yang berasal dari Kesultanan Palembang. Kekayaan koleksi naskah dan kitab yang tersimpan di sana, menjadikannya menjadi tuan rumah Festival Kitab Kuning 2023.[ADV]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Kondisi Ekonomi yang Tidak Menentu dan Biaya Wisuda: Beban Tambahan bagi Masyarakat Menjelang Lebaran
- Sumardi Dorong OPD Pemprov Jatim Maksimalkan Pelayanan Meski Ada Efisiensi Anggaran
- Ketua Fraksi Demokrat DPRD Jatim Minta BPBD Jatim Antisipasi Letusan Gunung Raung