Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya, Eddy Christijanto menyampaikan, jika ada pasien penderita TBC yang tidak mau mengikuti pengobatan yang dilakukan Pemkot Surabaya, maka pembuatan KTP atau NIK beserta BPJS Kesehatannya akan dinonaktifkan.
- Jatim Fair 2022 Resmi Dibuka, Gubernur Khofifah: Ajang Pelaku UMKM Jatim Masuk Pasar Lebih Luas Lagi
- Rehab Rumdin Bupati Malang Capai Rp 1,2 Miliar Saat Pandemi, LSM Pro Desa Anggap Tak Pantas
- Terbang ke Banyuwangi, Wamendes Acungi Jempol Program Bupati Ngantor di Desa
“Sehingga mereka tidak bisa melakukan pengobatan ke unit-unit faskes, akan tetapi kalau mereka mau mengikuti pengobatan yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya sampai sembuh, maka mereka tidak ada konsekuensi itu,” kata Eddy dikutip RMOLJatim, Senin 28 April 2025.
Bagi penduduk yang pindah dari luar kota ke Surabaya, lanjut Eddy, setelah mengurus KK dan sebelum diterbitkannya KTP, maka orang tersebut wajib mengikuti skrining TBC yang dilakukan oleh Dinkes Surabaya.
Setelah hasil skrining tersebut keluar dan dinyatakan tidak ada indikasi terjangkit TBC, maka bisa segera dilakukan pencetakan KTP oleh Dispendukcapil.
”Misalnya, dari hasil skrining itu ada tanda gejala TBC, dan mereka (pemohon) mau melakukan pengobatan, juga akan kita terbitkan (KTP). Tapi ketika hasil skrining mereka ternyata mengidap TBC, tapi tidak melakukan atau tidak bersedia untuk mengikuti program pengobatan pemkot, maka KTP tidak kita terbitkan,” tegasnya.
Eddy menambahkan, hasil dari skrining TBC yang sudah diterima oleh pemohon nantinya dilampirkan ketika akan mengurus permohonan pencetakan KTP.
“Jadi (penonaktifan KTP) ini by system, karena kewenangan TBC ini ada di dinkes termasuk puskesmas, nanti puskesmas itu yang memberikan laporan data kependudukan pasien ke kita dan nantinya akan terekam di data kita,” pungkasnya.
Seperti diberitakan Pemkot Surabaya terus berupaya melakukan pencegahan dan pengendalian penyakit tuberkulosis (TBC) di Kota Pahlawan.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah, pemberian pengobatan gratis secara rutin kepada pasien penderita TBC.
Tidak hanya pengobatan rutin, Pemkot Surabaya juga akan menerapkan sanksi sosial terhadap pasien TBC yang tidak mau atau mangkir berobat rutin atau diobati.
Bentuk sanksi sosial yang akan diberlakukan salah satunya adalah, menonaktifkan nomor induk kependudukan (NIK) pasien TBC.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengimbau kepada masyarakat yang menderita penyakit TBC untuk segera berobat atau melakukan pengobatan rutin di fasilitas kesehatan (fasyankes) yang telah disediakan oleh pemkot.
Tujuannya, agar penanganan penyakit TBC di Kota Surabaya dapat teratasi baik ke depannya.
“Sudah tahu sakit kenapa tidak mau diobati, nggak mau menjaga dirinya, kalau itu (penderita TBC) berjalan kan bisa menular ke orang lain. Kita punya datanya, sehingga nanti kalau warga Surabaya memang dia sakit, kemudian tidak mau diobati ya sudah, kita bekukan KTP-nya,” kata Wali Kota Eri dikutip RMOLJatim, Senin, 28 April 2025.
Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) itu mengingatkan kepada masyarakat, berkaca dari penyakit Covid-19 yang sempat mewabah lima tahun lalu, jika tidak saling menjaga diri satu sama lain, maka TBC bisa menular cepat seperti virus Corona.
“Kita kan harus menjaga diri kita, tapi jangan merugikan orang lain sehingga pada waktu Covid-19 itu kan ada yang pakai masker sehingga tidak menularkan orang lain. Lah sekarang (TBC), sudah sakit, tidak mau diobati, malah keliling, nah itu kan jadi membahayakan warga Surabaya lainnya,” ujarnya.
Maka dari itu, Eri menyampaikan, agar TBC tidak semakin meluas ke seluruh warga Kota Surabaya, pemkot akan memberikan sanksi sosial.
Sanksinya, yakni penonaktifan NIK dan BPJS pasien TBC yang mangkir berobat.
”Ya (NIK dan BPJS) diberhentikan semuanya, termasuk kegiatan yang untuk adminduknya (administrasi kependudukannya) akan kita bekukan semuanya. Karena kan itu membahayakan warga semuanya, baru bisa aktif lagi ketika dia (pasien) mau berobat lagi, lalu mau sanksi apa yang akan kita berikan lagi? Kalau tidak mau berobat, kemudian menular ke warga lainnya kan jadi bahaya,” tuturnya.
Sanksi ini diberlakukan berdasarkan Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 117 Tahun 2024 tentang Penanggulangan TBC di Kota Surabaya.
Tujuan diterapkannya perwali tersebut adalah untuk meningkatkan upaya percepatan eliminasi TBC di Kota Surabaya tahun 2030.
Selain itu, aturan ini juga untuk memastikan masyarakat mendapatkan hak sehat melalui fasilitasi skrining TBC, baik di fasyankes dan mandiri, serta memastikan terduga penderita TBC mendapatkan pelayanan sesuai standar dan menurunkan angka drop out atau putus berobat.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Wali Kota Eri Serahkan SK 1.838 ASN PPPK 2024
- Tekan Penularan TBC, Pemkot Surabaya Bakal Nonaktifkan NIK-BPJS Kesehatan Pasien yang Mangkir Berobat
- Peringati Bulan PRB 2025, Pemkot Surabaya Gelar Simulasi Tanggap Bencana di Rumah Sakit Eka Candrarini