PKS: Vaksin Dalam Negeri Butuh Dukungan, Bukan Hambatan

Ilustrasi / net
Ilustrasi / net

Jalan terjal harus dihadapi Vaksin Nusantara untuk bisa menjadi bagian dari upaya menekan penyebaran pandemi Covid-19 di tanah air.

Hal ini menyusul surat dari RSUP Dr Kariadi Semarang kepada Kemenkes RI yang meminta penghentian pengembangan Vaksin Nusantara. Pihak RSUP Dr Kariadi beralasan kelengkapan dan persiapan persyaratan yang harus dipenuhi dalam penelitian vaksin dentritik belum mendapatkan izin PPUK fase II dari BPOM.

Menanggapi hal ini, Ketua Tim Covid-19 Fraksi PKS DPR RI, Netty Prasetiyani, meminta semua pihak menyikapi polemik Vaksin Nusantara ini dengan bijak.

"Demi kemaslahatan bersama, kita harus bijak dalam menyikapi polemik ini dan kembali merujuk pada kaidah ilmiah yang berlaku. BPOM harus tetap pada jalur independensinya, dan para peneliti juga harus membuktikan prosedur ilmiah yang sudah dilalui dalam proses pengembangan Vaksin Nusantara," ujar Netty, dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL, melalui keterangannya, Rabu (24/3),

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini meminta pihak pengembang agar memastikan proses Vaksin Nusantara sesuai dengan standar ilmiah yang berlaku.

"Selain soal kecepatan, setiap vaksin yang dikembangkan harus melalui tahapan uji klinis sebagaimana standar yang berlaku. Jangan terburu-buru yang justru berdampak buruk ke depannya,” katanya.

Dia menambahkan setiap tahap pengembangan vaksin harus dibuktikan dengan data mulai dari kecocokan, keamanan, tingkat keampuhan dan lain-lain.

“Jika pengembangan Vaksin Nusantara sudah sesuai prosedur, saya mendukung untuk terus dilanjutkan, difasilitasi kebutuhannya oleh negara, bahkan didampingi dalam prosesnya. Vaksin dalam negeri butuh dukungan bukan hambatan. Ini harus dimaknai sebagai capaian anak bangsa yang harus diapresiasi,” katanya.

Selain itu, Netty juga berharap polemik seputar pengembangan vaksin tidak berangkat dari adanya standar ganda atau beda perlakuan antara vaksin lokal dan luar negeri.

“Jangan sampai ada persepsi bahwa produk dari luar dipermudah prosesnya, tapi produk inovasi dalam negeri justru dipersulit. Ini akan jadi preseden buruk yang merugikan rakyat dan menguntungkan elit penjual vaksin. Jika kita dapat mengembangkan produksi dalam negeri yang lebih bagus dan lebih murah, mengapa tidak didukung?" kata Netty.

Terlebih, Raker Komisi IX DPR dengan Kemenkes, Kemenristek/BRIN, BPOM, dan tim riset Vaksin Nusantara pada 10 Maret 2021 lalu telah melahirkan kesepakatan. Salah satunya meminta BPOM untuk segera mengeluarkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis (PPUK) tahap II terhadap kandidat Vaksin Nusantara.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news