Politik Uang dan Pelacur: Menggali Paralelisme dalam Kehilangan Harga Diri

ilustrasi/net
ilustrasi/net

PELACUR sering kali mendapatkan cibiran dan dianggap sebagai makhluk yang tidak memiliki harga diri. Bahkan, berteman dengan pelacur dianggap berisiko karena khawatir akan mendapat aib atau dicap jelek. Beberapa orang bahkan dengan kasar menyebut mereka sebagai "bisnis lendir."

Meskipun pelacur dianggap tidak memiliki harga diri, mereka berani menetapkan harga tinggi untuk layanan mereka. Tarif mereka bahkan bisa mencapai puluhan juta hanya untuk beberapa jam layanan. Mereka juga selektif dalam memilih pelanggan dan menetapkan standar tempat untuk melakukan layanan.

Beralih ke kawasan lain, masih seputar dunia urusan perut. Di bulan politik, marak praktik jasa dukung-mendukung kandidat, ini sudah menjadi rahasia umum, karib dikenal dengan istilah 'money politik,' bahkan sebagian besar orang sudah paham terjemahannya dalam bahasa Indonesia.

Praktik politik uang merupakan fenomena yang sangat meresahkan dalam dunia politik. Kelompok masyarakat pelaku praktik ini bermental pelacur. Namun, tidak bisa dibandingkan dengan praktik bisnis pelacur dalam arti sesungguhnya yang dijalankan di lokalisasi.

Berbeda dengan pelacur yang mendominasi dalam transaksi terhadap para pengguna jasanya, praktik politik uang atau amplop "usung-usung" bertarif harga sangat murah. Bahkan, hanya dengan 200 ribu rupiah, seseorang dapat membeli suara dukungan politik yang akan mempengaruhi nasib pembangunan dan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan selama lima tahun ke depan.

Ironisnya, meskipun para penjual suara ini menjual pilihan suara mereka kepada tokoh atau orang yang belum tentu mereka kenal secara pribadi, dan tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh kandidat tersebut dalam lima tahun mendatang, orang-orang ini masih merasa lebih bersih dan lebih suci daripada pelacur. Padahal, secara hakiki, kedua praktik ini memiliki kesamaan dalam hal menjual diri dan mengorbankan integritas demi keuntungan pribadi.

Dampak buruk atau kerusakan yang ditimbulkan dari usaha amplop lima tahunan ini memiliki daya rusak yang sangat luas pada masyarakat dan sistem politik secara keseluruhan. Berawal dari maraknya bisnis ini, sehingga menghasilkan pemimpin yang kurang berkualitas dan tidak mewakili kepentingan masyarakat secara adil.

Pemimpin yang dibidani dari hasil membeli suara besar kemungkinan tidak benar-benar mewakili aspirasi dan kebutuhan rakyat. Selain itu, praktik politik uang juga dapat menciptakan ketidakadilan dalam sistem politik.

Calon yang memiliki banyak uang dapat membeli dukungan dan memenangkan pemilihan, sementara calon yang memiliki kualitas dan visi yang lebih baik tetapi kurang mendapatkan dukungan finansial akan kesulitan untuk bersaing. Akibatnya, orang-orang yang maju sebagai pemenang dalam pemilu mungkin bukanlah yang terbaik untuk memimpin dan mewakili kepentingan masyarakat.

Kesadaran tentang pentingnya integritas dan transparansi dalam politik menjadi faktor penentu untuk mengikis habis praktik politik uang. Selain itu, pengawasan yang ketat dan hukuman yang tegas terhadap pelaku politik uang juga diperlukan untuk memastikan keadilan dalam sistem politik.

Memang berat memerangi praktik politik uang, tapi bukan berarti tidak bisa berjuang melawannya. Sebagai pengukur awal, adalah dengan mencari tahu apakah dalam mental ada watak lebih hina dari pelacur atau tidak.

Penulis adalah wartawarn RMOLJatim

ikuti terus update berita rmoljatim di google news