Mahkamah Konstitusi (MK) kembali diuji oleh gugatan uji materi atau judicial review (JR) terkait ambang batas pencalonan presiden (Presidential Threshold/PT Pilpres).
- Parpol Berani Gugat PT 20 Persen Bakal Banjir Dukungan Publik
- Presidential Threshold dan Bursa Pilpres Monopolistik
- Jika Pilpres dan Pileg Digelar Serentak Mestinya Preshold Nol Persen
Kali gugatan PT Pilpres dilayangkan Begawan Ekonomi. DR Rizal Ramli, yang menilai aturan yang ada di dalam Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu tersebut telah merusak sistem demokrasi di Indonesia.
Menurut Margarito Kamis. Pakar Hukum Tata Negara, proses pencalonan presiden di pemilu yang diatur di Pasal 6A UUD 1945 tidak menyebutkan PT Pilpres sebesar 20 persen. Justru yang ada adalah membuka seluas-luasnya kesempatan bagi siapapun orang menjadi capres.
"Konstitusi itu tidak memberikan tempat kepada presidential threshold. Baik dalam perdebatan di BP MPR pada waktu itu atau saat bikin pasal 6A itu, maupun di dalam pasalnya sendiri, 6A itu. Tidak ada sama sekali pikiran untuk adanya presidential threshold," ujar Margarito melansir pemberitaan Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (5/9).
Oleh karena itu secara pribadi Margarito menilai PT Pilpres tidak masuk akal. Sehingga, gugatan JR yang dilayangkan Rizal Ramli (RR) menjadi pertaruhan peran MK dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia.
"Dari dulu saya tidak pernah mau itu, barang satu itu (PT Pilpres). Karena bagi saya itu akal-akalan, tidak bisa dinalar," ungkapnya.
"Saya setuju dengan Pak RR. Sekarang taruhan bagi Mahkamah Konstitusi, apakah Mahkamah Konstitusi masih bermain-main, ataukah berpihak pada barang busuk ini?" demikian Margarito.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- MK Hapus Presidential Threshold, Jokowi Tak Bisa Kendalikan Pilpres 2029
- PT 20 Persen Dihapus Tak Jamin Oligarki Berhenti Bermain
- Politik Dinasti dan Oligarki Berakhir Usai Presidential Threshold Dihapus