Parlemen diminta untuk menyamakan definisi antara kritik dan hinaan secara baik, sebelum memasukkan pasal penghinaan presiden dalam KHUP.
- Gugatan Cucu Bung Hatta ke Jokowi Menjadi Angin Segar di Tengah Lemahnya Oposisi
- Buntut "Jebakan" Gibran, Timnas Amin Bikin Surat Terbuka
- Maidi Janjikan Program Asuransi Jaminan Kecelakaan Kerja Untuk Ojol dan Tukang Becak
Permintaan disampaikan Ketua Relawan Joko Widodo Mania (Joman) Emmanuel Ebenezer dalam acara diskusi daring bertajuk “Pasal Penghinaan Presiden Ancam Demokrasi”, Minggu (13/6).
"Definisi kritik ini harus dijelaskan juga agar masyarakat itu bisa melihat mana kritik, mana hinaan,” jelasnya, dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL.
Pria yang akrab disapa Noel ini mengingatkan bahwa kalimat penghinaan dengan kritik terhadap sebuah kebijakan pemerintah merupakan hal yang berbeda. Persoalan tersebut, sambungnya, masih multitafsir hingga sekarang.
“Kebiasaan para politisi membuat UU itu selalu bouncing. Tidak ada sebuah definisi yang secara eksplisit atau secara tegas disampaikan melalui redaksi yang menurut publik itu pas,” tuturnya mengingatkan.
Dia tidak ingin para politisi kembali menggunakan bahasa akademik yang tidak dimengerti awam. Untuk itu, persoalan definisi antara kritik dan menghina presiden perlu disamakan agar rakyat memahami konteks menghina dan mengkritik.
"Makanya, coba buat dulu definisi suatu kritik itu. Baru kita buat produk UU-nya. Karena kalau ada produknya harus ada kesamaan definisi itu, kalau definisinya sama karena selama ini kita enggak tahu mana itu kritik,” tandasnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Garda Bangsa Siapkan 28 Kader Terbaik Kejar Target 100 Kursi PKB
- Pemerintah Diminta Tidak Bersikap Abu-abu Soal Parasetamol
- Demokrat Surati Pimpinan DPR Soal PAW Jhoni Allen