Rumah yang berdiri di atas lahan 1,2 hektar itu kosong. Sudah lama tidak dihuni. Isi-isinya diangkuti sang pemilik. Seandainya masih ada, pasti sekarang sudah menjadi museum. Bahkan, rumah tersebut juga layak dijadikan bangunan cagar budaya.
- Mengintip Gedung Lima Lantai yang Jadi Wisata Edukasi Geologi di Banyuwangi
- Libur Maulid Nabi, Gunung Bromo Dikunjungi 9.061 Wisatawan
- Pemkot Surabaya Terima Bantuan Dermaga Perahu dari PLBI untuk Wisata Adventure Land Romokalisari
Seiring berjalannya waktu, rumah tersebut ditempati sang pewaris HR Muhammad, yakni almarhum Letnan Jendral (purn) Raden Himawan Soetanto mantan Panglima Komando Strategis Cadangan Angkatan Darat.
Sebelum mangkat, Himawan Soetanto sempat membangun sebuah rumah sakit. Bangunan itu ditujukan untuk sang ibunda tercinta.
"Kamu harus bangun rumah sakit untuk membantu masyarakat di sekitar sini," begitu pesan Qomariahtun, ibunda Himawan Soetanto.
Sebagai anak yang berbakti kepada orangtua, Himawan lantas menjalankan amanah ibunya. Sebelum membangun rumah sakit, Himawan membangunkan masjid untuk sang ibu yang kemudian diserahkan kepada masyarakat setempat. Setelah itu Himawan membangun rumah sakit umum yang dinamai "Qomariahtun", persis nama ibunya.
"Jadi awal pembangunan rumah sakit ini untuk menjalankan amanah dari eyang putri kepada ayah saya agar membangun rumah sakit untuk masyarakat di wilayah Demangan ini pada waktu itu ya, jadi setelah membangun masjid yang juga atas permintaan eyang putri, beliau juga meminta kepada ayah saya untuk mendirikan rumah sakit. Ya semacam bakti seorang anak kepada ibunya," jelas Cahyono Indrakusuma putra ragil dari almarhum Himawan Soesanto saat berkunjung ke Madiun pada Kantor Berita , Kamis (20/6).
Menurut Oyong, sapaan akrab Cahyono Indrakusuma, pembangunan rumah sakit Qomariahtun dimulai pada tahun 2004 dan hingga pada tahun 2006 harus berhenti karena Himawan Soetanto jatuh sakit dan hingga akhirnya wafat pada tahun 2010. Dan, bangunan rumah sakit itu menjadi mangkrak.
"Ayah saya jatuh sakit, saat itu kami sekeluarga menyarankan agar beliau lebih banyak istirahat. Hingga akhirnya meninggal tahun 2010," ungkap Oyong.
Karena hampir 15 tahun terbengkalai dan tidak beroperasi, pihak ahli waris pun berniat menjual rumah sakit dengan bersama rumah keprabon yang mempunyai sejarah tinggi.
"Yang jelas kami menjual ini karena amanah dari keluarga, terus kami sendiri juga kebetulan tidak ada pengalaman di bidang medis menjalankan rumah sakit. Kami berharap ketika dijual ini tetap menjadi rumah sakit lagi, tidak dialihfungsikan dengan yang lain," imbuh Oyong.
Oyong mengaku bahwa selama ini dirinya belum bertemu langsung dengan para calon pembeli. "kita berharap kedepan bisa mendapatkan calon pembeli yang tertarik dan berniat membangun khususnya dunia medik di kota Madiun. Bangunan ini tinggal finishing saja. Setelah selesai tinggal masuk alat dan untuk perijinan sendiri sudah sampai tingkat propinsi tinggal perpanjangan perpanjangan saja," lanjutnya.
Sekedar diketahui, bangunan rumah sakit yang terdiri dari tiga lantai dengan 103 kamar tersebut dijual lengkap beserta perijinannya serta satu paket dengan rumah yang pernah ditinggali kakek Oyong yakni HR Muhammad. Rumah sakit serta rumah keprabon dijual dengan harga Rp 50 miliar. Harapan ahli waris semoga ada perhatian dari pihak pemerintah kota Madiun.
"Ya sayang sebetulnya tapi karena ini satu paket yang gak bisa dipisah-pisahkan, tapi hanya oleh pak wali itu dipertahankan karena itu adalah heritage ya, cagar budaya jadi kami tak bongkar dan oleh ayah saya itu disambung ke belakang untuk kantor gitu. Harapan kami pemerintah kota Madiun ini bisa melihat lah dan syukur syukur bisa membeli," pungkas Oyong.[sam/aji
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Event Milenial Sadar Wisata Pulau Banyak Sukses Digelar
- Baru Empat Jam Dibuka, Transaksi di Bursa Pariwisata Jatim Capai Rp 194 Juta
- Pemkot Surabaya Gelar Night at The Museum, Sensasi Baru Menikmati Museum 10 November dan Tugu Pahlawan Berkonsep Tempo Dulu