Majelis Mudzakarah Dai digelar Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Gresik. Hal ini untuk menyikapi tingginya angka perceraian yang terjadi di wilayah setempat. Sebab, setiap tahun jumlahnya terus meningkat signifikan.
- Program Kalimasada Diluncurkan, Empat Layanan Adminduk di Surabaya Dapat Diurus Melalui Ketua RT
- Jelang Piala AFC U-20 2023, Stadion GBT Tak Lagi Bau Sampah
- Malam Sumpah Pemuda, Politisi PDIP Bakar Semangat Pemuda Lereng Argopuro
Ketua MUI Gresik KH Mansoer Sodiq mengatakan, bahwa kegiatan Majelis Mudzakarah Dai digelar untuk menyikapi persoalan perceraian di Kabupaten Gresik.
"Perceraian merupakan masalah keumatan yang harus kami sikapi, untuk kemudian dicari pemecahannya agar hal ini tidak menjadi fenomena yang dianggap biasa dan wajar saja. Karena pada dasarnya perceraian dalam agama Islam memang tidak dilarang tetapi dibenci oleh Allah SWT," ujarnya dikutip Kantor Berita RMOLjatim.
"Apalagi persoalan perceraian di Kabupaten Gresik setiap tahun, angkanya terus meningkat. Sehingga perlu dicari tahu penyebab tingginya angka perceraian ini. Kemudian dicarikan solusi alternatif, jumlahnya bisa ditekan," tuturnya.
Ditambahkan KH Mansoer Sodiq, persoalan perceraian bisa dicegah dan dihindari oleh pasangan suami istri jika penikahan yang mereka lakukan didasari oleh ajaran Islam dengan sebenar-benarnya.
"Sejatinya perceraian itu bisa dicegah dan tidak akan terjadi, jika prinsip dasar sebuah pernikahan yang sebenarnya dipahami oleh masyarakat yang sedang membangun hubungan keluarga," tegasnya.
Untuk itu melalui kegiatan Majelis Mudzakarah Dai ini, pihaknya ingin melakukan langkah preventif terhadap masalah ini.
"Salah satu cara mengajak para Dai atau Mubaligh untuk melakukan dakwah langsung ke masyarakat. Dengan memberikan pencerahan soal menjaga pernikahan yang sakinah, mawaddah, warahmah," tandasnya.
Sementara, Kepala Kantor Kemenag Gresik Markus Firdaus mengungkapkan kasus perceraian dipicu oleh berbagai faktor. Mulai, dari masalah kesenjangan ekonomi, status atau kedudukan dan pertengkaran.
"Selain itu, faktor media sosial yang berkembang pesat saat ini juga ikut mempengaruhi. Namun, khusus untuk faktor ini perlu ada riset terlebih dahulu," ucapnya.
"Angka perceraian bisa ditekan, dengan memberi pemahaman kepada masyarakat yang statusnya sudah berumah tangga. Serta, kepada mereka yang hendak membina rumah tangga (hendak menikah) dengan memberikan bimbingan perkawinan. Sehingga, tujuan membina keluarga yang Sakina Mawadah Warahmah bisa tercipta," pungkasnya.
Dari data Pengadilan Agama, kasus perceraian di Kota Pudak sangat memprihatinkan. Dari tiga tahun terakhir angka perceraian meningkat, 2017 ada 1.854 kasus, di tahun 2018 ada 1.932 kasus. Sedangkan di tahun 2019 hingga Juli sudah mencapai 1.086.[eze/aji
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Cangkruk di Warkop, Wali Kota Eri Siap Bantu dan Berdayakan Nelayan Nambangan
- Punya Rumah dan Mobil Mewah, Masih Doyan Terima Bansos
- Usai Sholat Jumat, 17 Tersangka Kembali Jalani Pemeriksaan KPK