Meski sedikit terlambat, namun sikap kritis Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj, terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo dinilai sudah tepat.
- Inggris Tidak Setuju Usulan Senator AS yang Mau Melenyapkan Putin
- Langkah Puan Lobi Elit Golkar Dukung Ganjar, Bukti PDIP Tak Lagi Berharap Jokowi
- Total Kasus Aktif Covid-19 Sudah 6,1 Persen dari Total Kasus Positif, Meninggal Tembus 100 Orang
Kritikan Said Aqil memang terkait dengan janji saat Pilpres soal fasilitas kredit untuk PBNU. Menurut Satyo, hal itu sudah pasti ditolak oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang dinilai sebagai sosok yang antiekonomi Pancasila dan kerakyatan.
"Karena fasilitas kredit tersebut sama saja akan memperkaya rakyat miskin, pelaku usaha kecil dan rumahan serta Koperasi," kata Satyo.
Bahkan, Satyo menyebut Sri Mulyani menganut ideologi neoliberalisme yang tidak akan memberikan uang secara cuma-cuma kepada Ormas Islam terbesar di Indonesia tersebut.
"Secara ideologi Sri Mulyani itu diharamkan, karena SMI menganutideologi neoliberalisme SMI," pungkas Satyo.[aji]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Trias Corruptica Mengendalikan Indonesia
- Polri Mulai Godok Pola Merekrut 56 Pegawai KPK yang Gagal TWK
- Usulan Megawati Nomor Urut Parpol Tidak Berubah, Cak Imin: DPR Sepakat