- Mengulas Kembali ''Pergerakan Merah'' Hindia Belanda
- Warga Butuh Ruang Publik yang Bebas
- Ironi Politik Tekno-moral Negeri Hindustan
SAAT ini riset DNA menjadi salah-satu cara untuk mengetahui jati diri kerangka purba. Para periset DNA purba meyakini bahwa DNA bukan melulu soal molekul, melainkan DNA juga merupakan pertanda dan cerita. Sebab, hasil riset DNA bisa mengungkap siapa pemilik kerangka dari hasil penggalian situs arkeologis itu. Hasil ini kerap berbeda dari anggapan umum selama bertahun-tahun.
Contohnya, selama ini ada anggapan umum bahwa pejuang utama bangsa Viking adalah laki-laki. Anggapan ini sudah diyakini selama berabad-abad, dan anggapan ini juga menjadi sumber film-film yang berkisah tentang Viking. Namun, fakta dari hasil penggalian arkeologis terhadap sejumlah pemakaman kuno yang hasil itu diuji melalui riset DNA, justru membuktikan sebaliknya. Bahwa pejuang utama bangsa viking justru perempuan. Bukan pria.
Ada pengalaman menarik dari penulis buku ini ketika pada usia masih remaja, sekitar 21 tahun, ia melakukan penggalian arkeologis di Laos, Asia Tenggara. Penggalian ini didanai oleh organisasi pemberi bantuan riset asal Swedia. Tujuannya, untuk menemukan bagaimana sebenarnya masa lalu dari masyarakat Laos agar bisa diambil pelajaran untuk semua orang. Hari demi hari, penggalian situs-situs arkeologis Laos dilakukan sesuai prosedur yang ada. Namun, penulis buku ini menemukan fakta menarik dari hasil interaksinya dengan masyarakat Laos.
Alih-alih hasil penggalian itu banyak memberi informasi penting di masa lalu sebagaimana diharapkannya. Yang terjadi justru hasil interaksinya denga masyarakat Laos yang banyak mengungkap bagaimana masa lalu masyarakat Laos itu beraktivitas. Disadarinya, selama berabad-abad masyarakat Laos, seperti juga halnya masyarakat di belahan dunia yang lain, tumbuh-kembang dari keluarga inti yang lantas membentuk komunitas-komunitas etnik. Selama perkembangannya, komunitas ini mempertahankan seluruh kisah nenek moyangnya.
Dari refleksi kritis terhadap kajian hasil-hasil lapangan itu, penulis kemudian mengetahui, bahwa karya-karya sains dan antropologi tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial. Oleh karena itu, saat mengkaji hasil lapangan, maka seorang ilmuwan tidak boleh melupakan faktor bahasa, sejarah masyarakat yang dikaji, hirarki sosial, teknologi yang dikembangkan, bahkan hubungan kuasa diantara masyarakat tersebut.
Dengan merujuk pada karya-karya teoritisi pasca-kolonial seperti Edward Said, Homi Bhabha serta Trinh T. Minh-ha, penulis buku ini kemudian menegaskan keterkaitan sejarah, relasi kuasa, hirarki sosial bahkan perkembangan teknologi masyarakat ikut menjadi bagian penting untuk dipertimbangkan saat membaca hasil pengkajian arkeologis.
Bersama dengan tiga rekannya, yakni pakar genetika Charlotte Mulcare, sejarawan media Andreas Nyblom dan sejarawan gagasan Daniel Strand, penulis buku ini mulai melakukan kajian arkeogenomik (sains yang melihat hasil arkeologis berdasar faktor genomik) pada 2018. Kerjasama di dalam tim tersebut menyimpulkan bahwa hasil kajian terhadap DNA purba tak bisa dikatakan telah mengungkap fakta keseluruhan dari masyarakat dimana DNA itu berasal.
Identitas, jalur kekerabatan dan kepentingan tak boleh diabaikan oleh sains genetika. Berkat pemahaman dari Charlotte Mulcare yang pakar di bidang genetika, penulis kemudian menyadari bahwa analisa genetika tidaklah netral, melainkan kreatif. Artinya, penyusunan masa lalu hasil penggalian arkeologis tergantung pada struktur program komputer dan bagaimana imajinasi programmer terhadap masa lalu tersebut.
Bagi penulis, tentu saja hal itu mengejutkan sekaligus memberi inspirasi. Bahwa selalu ada potensi kisah politis dan sejenisnya di balik DNA purba. Kenyataan ini membuat penulis harus lebih hati-hati lagi saat berdasar pada sains genetika untuk menyimpulkan hasil kajian terhadap DNA purba, sebelum hasil itu diumumkan. Dan melalui lima bab plus pendahuluan, penulis buku ini mengkritisi hasil kajian DNA semata-mata dari kacamata sains genetika.
Akhirulkalam, sains genetika memang penuh dinamika. Apalagi jika sains ini juga diterapkan pada disiplin keilmuan lain seperti arkeologi. Hasil-hasil penggalian arkeologi tentu mengungkap banyak hal, tapi pembacaan lewat DNA jelas memberitahu banyak kisah.@
*Penulis adalah periset
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Mengulas Kembali ''Pergerakan Merah'' Hindia Belanda
- Warga Butuh Ruang Publik yang Bebas
- Ironi Politik Tekno-moral Negeri Hindustan