Walaupun sempat dihambat oleh aksi persekusi, perayaan Agustusan Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD) Jawa Timur bersama Gerakan GUSDURian (Gerdu) Surabaya yang semula direncanakan diadakan di Rumah Pergerakan dan Kebangsaan, di Perum Delta Mandala Sidoarjo akhirnya bisa tetap terlaksana di lokasi lain, pada Sabtu (19/8) malam.
- Bupati Ikfina Apresiasi Dialog Kebangsaan Bersama Sinta Nuriyah Wahid
- Pengamat: Mahfud MD Representasi Pemilih Nahdliyin Dan Gusdurian
- Biar Tidak Ambyar, PKB Disarankan Bangun Hubungan dengan Elite NU dan Gusdurian
Sekitar 30 orang yang terdiri dari penggerak lintas agama, aktivis disabilitas dan komunitas marginal lainnya tetap dengan gayeng menyelenggarakan tumpengan dan diskusi kecil refleksi kemerdekaan.
Acara yang bertajuk "Malam Minggu Merdeka; Berharap Ada Kemerdekaan", dinarasumberi oleh Asti Asada, pegiat komunitas Himpunan Wanita Disabilitas (HWD) dan Aan Anshori, Koordinator JIAD Jatim.
Dikatakan oleh Asti, kelompok rentan seperti kelompok disabilitas di usia RI yang ke-78 ini masih merasakan diskriminasi bahkan dari lingkungan keluarga sendiri. Dirinya menegaskan penyandang disabilitas masih belum sepenuhnya merdeka.
"Kita terus berupaya mewujudkan kemerdekaan itu. Teman-teman disabilitas itu perlu diperhatikan persamaan haknya, kesetaraannya, tidak ada lagi diskriminasi, kemudian masyarakat luas juga mensupport. Sama-sama lah saling mensupport satu sama lainnya," tegas Asti.
"Intinya kami ini memang kelompok rentan, tapi juga ingin menjadi bagian dari pembangunan. Jadi kami tidak hanya mengandalkan Pemerintah, tapi bagi bagaimana berupaya memberdayakan diri, sambil mengupayakan kesejahteraan. Kita tidak minta, tapi kita fight karena kebutuhan hidup kita itu 20 persen lebih tinggi sebagai disabilitas, sementara kesempatan kerja itu kecil ya," lanjutnya.
Sementara, Aan Anshori sebagai narasumber kedua menyoalkan perkawinan beda agama di Indonesia mengalami kemunduran. Ini dibuktikan terbitnya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang melarang para hakim mengabulkan permohonan pernikahan beda agama.
"SE ini harus dicabut diganti dengan SE yang baru, karena ini bertentangan dengan aturan di atasnya apalagi dengan konstitusi kita. Persoalan ini semestinya sudah selesai sejak Indonesia Merdeka. Wong orang tua Bung Karno saja menikah beda agama. Ini menandakan sudah lumrah dalam masyarakat kita," ujar lelaki yang juga aktivis GusDurian Jombang ini.
Perlu diketahui, acara ini semestinya juga dinarasumberi salah satu pegiat komunitas GAYa Nusantara. Namun karena pemilik Rumah Pergerakan dan Kebangsaan dipersekusi oleh sekelompok massa yang keberatan dengan narasumber dari GAYa Nusantara, pada Sabtu (19/3/2023) pagi yang menentang acara tersebut berlangsung di malam harinya, hingga akhirnya narasumber yang dimaksud batal menghadiri acara.
"Padahal ini hanya tasyakuran biasa seperti masyarakat lainnya dan hanya untuk kalangan sendiri. Kami merangkul semua komunitas marginal dan kami pun biasa mengadakan diskusi dengan berbagai kalangan. Kenapa rencana perayaan kemerdekaan ini dipermasalahkan?," tanya Aan Anshori heran.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Bupati Ikfina Apresiasi Dialog Kebangsaan Bersama Sinta Nuriyah Wahid
- Pengamat: Mahfud MD Representasi Pemilih Nahdliyin Dan Gusdurian
- Biar Tidak Ambyar, PKB Disarankan Bangun Hubungan dengan Elite NU dan Gusdurian