Sengkarut Penambangan Pasir Kali Sukorejo Dengan PTPN XII, PT CHP akan Tempuh Jalur Hukum

Lokasi penambangan pasir di sungai Sukorejo, Desa Sepawon, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri/Ist
Lokasi penambangan pasir di sungai Sukorejo, Desa Sepawon, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri/Ist

Hingga kini PT Citra Hasti Pratama (CHP) belum bisa melakukan usaha penambangan pasir di sungai Sukorejo, Desa Sepawon, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri. 


Menurut pelaksana lapangan PT CHP, Yusuf Husni, permasalahan muncul ketika PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII mengklaim lokasi tersebut masuk dalam wilayahnya. 

"PTPN klaim ada tanah HGU (hak guna usaha) di lokasi tambang. Sehinngga tidak bisa dilakukan penambangan," kata Yusuf pada redaksi, Jumat (9/12).

Dikatakan Yusuf, sampai sekarang pihak PTPN XII belum bisa menunjukkan bukti kepemilikan HGU. Bahkan masalah ini pernah dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur.

"Pihak Kejati cuma memediasi saja. Intinya, pihak PTPN tidak bisa menunjukkan dokumen resmi. Sampai sekarang mereka masih ngotot," terangnya. 

Yusuf menyesalkan permasalahan ini terjadi hingga bertahun-tahun. Padahal pihaknya tidak melakukan usaha galian di lahan milik PTPN XII. Akibat sengkarut permasalahan ini, PT CHP merasa dirugikan. Pasalnya, selama ini usaha penambangan PT CHP telah mengantongi izin resmi. 

"Kita sudah punya izin resmi dari Gubernur Jawa Timur tahun 2019 serta Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas tahun 2017," jelasnya. 

Selama ini pihaknya juga telah menjalankan aturan sebagaiamana yang diatur dalam perundang-undangan. Di antaranya melakukan normalisasi sungai yang sudah dipenuhi pasir di sekitar aliran sungai gunung Kelud. Ini sesuai dengan amanat PP No. 38 Tahun 2011 tentang sungai terutama Pasal 57 dan Pasal 58. 

"PT CHP juga telah menjalankan usaha pertambangan sesuai UU RI No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, PP RI No 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan, PP RI No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, PP RI No 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PP RI No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, PP RI No 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaaan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, serta PP RI No 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang," sebut Yusuf. 

Karena itu Yusuf menganggap klaim PTPN XII sangatlah tidak mendasar. Sebab PT CHP telah memiliki izin resmi sesuai Perundang-undangan. Berdasarkan bukti-bukti yang ditunjukkan pada redaksi, PT CHP telah mengantongi surat Keputusan Gubernur Jawa Timur nomor: P2T/8/15.02/I/2019 tentang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi tanggal 21 Januari 2021. Berdasarkan surat yang dikeluarkan BBWS Brantas nomor: HK.05.03-Am/1319/2017 tanggal 27 Desember 2017. Berdasarkan poin (1) dan (2) diketahui bahwa lokasi penambangan PT CHP berada di aliran sungai lahar atau sungai Sukorejo.

Sungai Sukorejo pada lokasi tersebut, lanjut Yusuf, merupakan sungai lahar gunung Kelud dengan panjang 49,8 kilometer yang apabila terjadi letusan gunung mengalirkan sediman/material yang terbawa oleh aliran sampai ke hilir. 

"Untuk mengendalikan daya rusak air akibat pengendalian letusan gunung Kelud, BBWS Brantas membangun bangunan Sabo Dam pada sungai Sukorejo untuk mengendalikan sediman/material dari gunung Kelud. Dan lokasi IUP PT Citra Hasti Pratama berada di sungai Sukorejo alias dekat dengan Check Dam Sukorejo yang dibangun tahun 2012. Lokasi Check Dam berada pada koordinat 07"54'32.98"S112"13'6.71'E. Berdasarkan bukti fisik berupa bangunan Sabo Dam beserta infrastruktur penunjang, maka lokasi wilayah izin usaha penambangan PT CHP oleh BBWS Brantas dinyatakan bahwa lokasi IUP OP benar berada di sungai Sukorejo," terangnya. 

Yusuf menambahkan, bahwa usaha penambangan PT CHP juga telah membantu program pemerintah dengan memberikan pajak pemasukan bagi negara. Selain itu, sebagian besar pekerja di penambangan merupakan warga setempat. 

"Usaha ini juga untuk membuka lapangan pekerjaan bagi warga setempat," tegasnya. 

Yusuf menjelaskan, pihaknya dan PTPN XII sebelumnya telah menjalin pertemuan pada 4 Februari 2020 lalu. Pertemuan membahas penyelesaian permasalahan pertambangan krikil berpasir alami (sirtu) di Kebun Ngrangkah Pawon.

Saat itu PTPN XII mengklaim lokasi eksisting rencana ekploitasi terdapat tanaman produktif yaitu KSU nanas dan aneka kayu. Dalam pembahasan itu, PTPN XII menawarkan kompensasi untuk rencana ekploitasi sebesar Rp 21.088.112.000. Dengan rincian kompensasi material Rp 4.776.887.000, kompensasi penggunaan lahan Rp 12.333.725.000, dan kompensasi tanaman terdampak Rp 3.987.500.000.

Namun demikian, hingga kini belum ada pembahasan lanjutan antara PT CHP dan PTPN XII. Bahkan pihak PT CHP menganggap biaya kompensasi sebesar itu tidak masuk akal. 

"Ya, minta kompensasi. Ujung-ujungnya duit. Sebagai kepanjangan tangan pemerintah, PTPN XII seharusnya bicara by data dulu. Jangan buru-buru minta kompensasi. Apakah lokasi pertambangan itu masuk wilayahnya atau bukan. Sebab lokasi tersebut masuk wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS)," sindir Yusuf. 

Sementara disebutkan dalam Keppres nomor 32 Tahun 1990 bahwa Sempadan Sungai (SS) merupakan 1 dari 15 kriteria yang termasuk kawasan yang harus dilindungi. Artinya perusahaan dilarang melakukan penanaman komoditi tanaman perkebunan di DAS. Itu sekurang-kurangnya 100 meter dari kiri kanan sungai besar. Dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada di luar pemukiman. 

Dijelaskan Yusuf, bahwa ketentuan tersebut tertuang pada lembaran negara, yakni Pasal 3 nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Guna menghidari terjadinya banjir, tanah longsor, erosi, sedimentasi dan kekeringan, yang dapat mengakibatkan terganggunya perekonomian dan tata kehidupan masyarakat. Maka daya dukung DAS, harus dijaga keutuhannya. Sesuai ketentuan Pasal 18 undang-undang nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA), sebagian kewenangan pemerintah dalam pengelolaannya. Dan sesuai kententuan pula, SDA dapat diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) setempat. Dalam rangka mendukung terselenggaranya pengelolaan DAS.

Atas permasalahan tersebut, pihak PT CHP yang selama ini telah mengantongi izin penambangan dan menjadi pihak dirugikan akan menempuh jalur hukum. "Kami pasti akan tempuh jalur hukum," tegas Yusuf.

Diuraikan Yusuf, bahwa pihak yang menghalang-halangi pertambangan dapat diproses hukum. Hal ini dikuatkan dalam Pasal 162 UU Minerba yang menyebutkan, "Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan Usaha Pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR atau SIPB yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”

ikuti terus update berita rmoljatim di google news