Dua penyidik Ditipikor Bareskrim Polri, Iptu Burhanuddin dan Ipda Ray Virdona dihadirkan dalam sidang dugaan suap jual beli jabatan yang menjerat Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (27/9).
- OTT Wali Kota Bandung, Firli Bahuri Tegaskan akan Tangkap Kepala Daerah yang Korupsi
- Gugatan Balik Ditolak Hakim, Pengacara yang Tak Dibayarkan Succes Fee akan Pidanakan Mantan Kliennya
- Kasus Pencurian Barang Bukti 1,9 Kg Emas Oleh Oknum KPK Diduga Melibatkan Pihak Lain
Keduanya merupakan saksi fakta yang melakukan penangkapan terhadap Bupati Novi.
Dalam keterangannya, saksi Iptu Baharudin menjelaskan, dirinya mendapat perintah untuk melakukan penyelidikan terkait adanya dugaan jual beli jabatan yang ada di wilayah Kabupaten Nganjuk.
Dari rangkaian penyelidikan yang dilakukan Iptu Baharudin beserta tim, didapati adanya upaya pengumpulan uang dari sejumlah kepala desa yang diduga akan diserahkan ke Bupati Ngajuk.
Tercatat ada lima kepala desa (kades) yang sudah mengumpulkan uang masing-masing Rp 2 juta untuk diserahkan ke Camat Pace Dupriono. Kelima kepala desa tersebut adalah Jumali Kades Doho, Sadiko Kades Sanan, Darmadi Kades Bodor, Ali Mukarom Kades Banaran dan Sugeng Purnomo Kades Kapenjen. Kelima orang Kades ini menyerahkan uang ke Jumali dan selanjutnya diserahkan ke Camat Pace Dupriono. Namun, belum sempat uang tersebut diserahkan ke Camat Dupriono, Jumali sudah tertangkap oleh petugas.
Dari keterangan Jumali ketika diperiksa, uang Rp 10 juta tersebut akan diserahkan ke Camat Dupriono yang selanjutnya akan diberikan ke Novi. Selain uang 10 juta, polisi juga menyita uang Rp 1 juta yang diperuntukan untuk uang transport, sehingga total uang yang disita dari Jumali sebesar 11 juta.
Usai menangkap Jumali ini kemudian polisi langsung mengamankan Bupati Novi yang sedang berada di luar rumah dinas.
Saksi juga mengakui bahwa uang Rp 11 juta tersebut tidak disita dari tangan Bupati Novi.
Lebih lanjut saksi menyatakan, saat melakukan penggeledahan ke rumah Bupati Novi, petugas menemukan brangkas yang berisi uang sekitar Rp 647 juta. Namun, uang tersebut tidak bisa dijelaskan uang dari mana karena tidak ada yang bisa menjelaskan kecuali Bupati Novi.
Selain dua saksi polisi, dalam sidang tersebut jaksa penuntut umum juga menghadirkan Sekda Nganjuk Mokhamad Yasin, Kepala BKD Kepala Nganjuk Adam Muhato, Kepala Inspektorat Kabupaten Ngajuk Fajar Judiono.
Dalam keterangannya, saksi Adam Muharto dan Fadjar Judiono mengaku tidak mengetahui terkait adanya suap jual beli jabatan hingga orang nomor satu di Kabupaten Nganjuk Novi Rahman Hidayat tertangkap tim dari Mabes Polri dan KPK.
"Kalau ada pemberian uang atau tidak kami tidak tau. Kami taunya Pak Bupati kena OTT dari pemberitaan media," sebut para saksi meskipun diperiksa secara terpisah dalam sidang.
Lebih lanjut Sekda Nganjuk yakni Mokhamad Yasin menyatakan tim badan pertimbangan jabatan dan kepangkatan (Baperjakat) tak ikut dilibatkan dalam proses mutasi promosi pejabat eselon 3 dan 4.
"Kami tidak dilibatkan," ucap Sekda Nganjuk Mokhamad Yasin ketika bersaksi untuk terdakwa Bupati Nganjuk nonaktif Novi Rahman Hidayat dan terdakwa lainnya.
Senada dengan Sekda, kesaksian Adam Muhato, Kepala BKD Kepala Nganjuk dan Fajar Judiono, Kepala Inspektorat Kabupaten Ngajuk juga menyatakan tak ikut dilibatkan.
Sementara kaitannya saat mutasi, Adam mengaku diberitahu oleh bawahannya yaitu Kabid Pengadaan dan Mutasi BKD Nganjuk yang juga menjabat Sekretaris Tim Penilai Mutasi Promosi.
"Saya diberitahu kalau mau ada pelantikan. Saya gak tau nama-namanya," ungkapnya. Bukan hanya itu, setelah pelantikan Adam juga disodori BAP mutasi promosi untuk ditandatangani.
"Ya saya tanda tangan saja, meskipun sejak awal saya tidak dilibatkan dalam proses," akunya.
Kesaksian yang sama juga disampaikan Fajar Judiono. Bahkan, sejak dia menjabat Plt Kepala Inspektorat Nganjuk pada Desember 2020 hingga Maret 2021 tidak pernah dilibatkan. Begitupun saat ia sudah ditetapkan sebagai pejabat definitif Inspektorat sejak 1 April 2021 hingga terjadi kasus operasi tangkap tangan terhadap Bupati dan pejabat lainnya.
"BAP mutasi promosi disodorkan setelah pelantikan untuk ditandatangani," jelasnya.
Terpisah kuasa hukum Terdakwa Ari Hans Simaela SH berharap dalam keterangan saksi selanjutnya semakin menguak tabir dari kegiatan operasi tangkap tangan yang dianggap janggal. Sebab dengan ott yang dilakukan oleh tim gabungan KPK dan Mabes Polri hanya menyita Rp 11 juta. Itupun tidak disita dari tangan Novi secara langsung.
“Jadi terkuak dalam fakta persidangan bahwa memang barang bukti Rp 11 juta itu tidak disita dari klien kami. Jadi keterlibatan Bupati Novi ini hanya pengakuan saja dari Jumali, dan faktanya uang itu akan diberikan ke camat Dupriono bukan bupati Novi. Maka jadi tanda tanya besar, apa benar Bupati Nganjuk menerima suap dari jual beli jabatan?,” ujar Ari.
Terkait adanya uang Rp 647 juta, Ari menyebut memang tidak ada yang bisa menjelaskan uang itu dari mana kecuali Novi karena memang Fakta bahwa tersebut uang pribadi Novi yang notabenenya adalah seorang pengusaha yang sukses di Nganjuk.
“Sekarang dalam brankas ada uang ratusan juta dan itu uang pribadi Novi, masa iya seorang Bupati menerima uang jual beli jabatan seperti yang didakwakan senilai Rp 10 juta?,” ucap Ari.
Untuk diketahui, Bupati Novi didakwa melakukan tindak pidana korupsi jual beli jabatan antara bulan Februari 2021 sampai dengan April 2021 sebesar Rp.225.000.000, dengan total gratifikasi sejumlah Rp. 692.900.000.
Selain Novi, perkara tersebut juga melibatkan enam terdakwa lainnya, yakni M Izza Muhtadin (ADC Bupati Nganjuk), Dupriono (Camat Pace), Tri Basuki Widodo (Mantan Camat Sukomoro), Edie Srianto (Camat Tanjunganom), Harianto (Camat Berbek) dan Bambang Subagio (Camat Loceret).
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Dua Bupati Isi Kegiatan Ramadan di DPD PDIP Jatim, Ini yang Disampaikan
- Gus Muhdlor Jalani Sidang Perdana di Pengadilan Tipikor Surabaya
- Eny Rustiana, Eks Kepala SMK Baiturrohmah Wringinagung Jember Dituntut 9 Tahun Penjara