Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebaiknya memiliki kedudukan dan kewenangan yang cukup untuk menyelesaikan pelanggaran HAM hingga tuntas.
- Cegah Kematian Massal Terulang, Komnas HAM Usul Usia Maksimum KPPS
- Mantan Anggota Komnas HAM: Prabowo Bukan Pelanggar HAM
- Komnas HAM Akui Sulit Ungkap Kasus Pelanggaran HAM Berat Karena Libatkan Kekuasaan
Demikian dikatakan Gurubesar pascasarjana IAIN Syech Nurjati Cirebon, Profesor Sugianto, seperti diberitakan Kantor Berita RMOLJabar, Sabtu (15/5).
Sudah saatnya Komnas HAM diberikan kewenangan seperti KPK untuk menyelesaikan beberapa kasus pelanggaran HAM di tanah air," ujar Prof Sugianto.
Oleh karena itu, ia mengusulkan agar pemerintah dan DPR RI merevisi UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM dan UU nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Langkah itu untuk memberi kepastian hukum dan menghentikan polemik tentang lembaga mana yang paling berwenang menangani kasus HAM.
“Selama ini, masih ada pro kontra kewenangan lembaga penegak hukum mana yang menyelesaikan kasus pelanggaran HAM, Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan,” tutur Sugianto.
Menurutnya, kasus pelanggaran HAM berat sebaiknya ditangani oleh Komnas HAM.
“Untuk itu sebaiknya Komnas HAM diberikan kewenangan sebagai penyelidik, penyidik, dan penuntut, seperti kedudukan KPK (Lembaga superbody),” tegas pakar hukum tata negara tersebut.
Prof Sugianto menegaskan, jika benar Presiden Jokowi serius ingin menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat maupun ringan, maka dengan masa jabatan Presiden Joko Widodo masih 3 tahun dapat membentuk lembaga adhoc Pengadilan HAM atau bentuk secara permanen.
“Saya mengusulkan pada Presiden Jokowi dan Maruf Amin agar memberikan kewenangan kepada Komnas HAM seperti KPK, karena sesuai amanat UU nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM,” ungkapnya.
“Sudah 21 tahun berjalan Pemerintah masih ragu membentuk lembaga pengadilan HAM, ini ada apa? Karena terjadi pada masa kepemimpinan Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hingga sekarang Presiden Jokowi periode kedua,” sambungnya.
Namun begitu, Sugianto berharap dalam melakukan revisi terhadap kedua Undang-undang tersebut, Pemerintah dan DPR harus melibatkan para akademisi perguruan tinggi dan aktivis HAM.
“Akademisi dari perguruan tinggi setidaknya diakui kompetensi keilmuannya dengan melibatkan pakar hukum, pakar pemerintahan dan pakar politik hukum dan HAM,” tutupnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- KPK Pastikan Periksa LaNyalla di Kasus Korupsi Dana Hibah Jatim
- Sempat Membantah, Wahyu Setiawan Akui Sumber Uang Suap Harun Masiku dari Hasto
- Jaksa KPK Ungkap Foto Harun Masiku dengan Megawati dan Hatta Ali di Persidangan Hasto