Transaksi Burung

Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net

DENGAN keragaman jenis burung tertinggi di dunia, Indonesia dapat dipandang sebagai sebuah negara “Mega Bird Diversity”. Dibalik itu, Indonesia ternyata menjadi salah satu negara “Mega Bird Trader”,  salah satu negara penjual burung terbesar di dunia – dengan 1.594 jenis spesies burung. Terdapat pasar burung bernilai ekonomis yang tersebar diseluruh pelosok  nusantara.

Analisa sederhananya; Indonesia memilki  34 Provinsi, terdiri dari 514 kabupaten/kota. Seluruh kabupaten/kota memiliki pasar burung atau unggas. Sedikitnya ada 6 toko di setiap kabupaten/kota. Maka total jumlah toko burung dan unggas berjumlah 3072 toko, dengan jumlah rata -rata permintaan burung ekonomis berkisar 30 ekor burung perbulannya yang diburu di alam liar. Total jumlah burung bernilai ekonomis  yang di tangkap adalah 92.160 burung perbulan di seluruh Indonesia.

Nilai satu ekor burung ekonomis dengan perkiraan indeks harga terendah yaitu 25.000,-  rupiah per ekor. Bila dikalikan dengan jumlah burung hasil tangkapan 92.160 ekor, maka total uang beredar di sektor spesies burung adalah 2.304.000.000,- rupiah perbulan di seluruh Indonesia. Maka dapat  diasumsikan bahwa perputaran uang hasil tangkapan burung di alam liar pertahunnya adalah  27.648.000.,- rupiah diseluruh Indonesia.

Permintaaan pasar yang tinggi membuat burung semakin terancam. Dari seluruh jenis burung ekonomis itu, habitan utamanya adalah di hutan. Keindahan bulu, kicauan dan kegagahan yang dimiliki burung-burung itu menjadi pemikat utama mengapa mereka terus diburu.

Keragaman burung di Indonesia juga menghadapi ujian terberat yakni 122 jenis terancam punah dan masuk daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN ) dengan rincian 18 jenis berstatus `kritis, 31 jenis genting. Sementara 73 jenis tergolong rentan. Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang burungnya paling banyak terancam punah (Burung Indonesia.2013).

Selain perburuan dan perdagangan, penyebab utama terancam-punahnya berbagai jenis burung di Indonesia adalah gangguan atau tekanan pada habitat. Perubahan fungsi lahan menjadi pertanian, perkebunan, hingga pembangunan infrastruktur untuk kegiatan industri, merupakan serangkaian aktifitas yang menyebabkan berkurang atau bahkan hilangnya habitat burung. Beberapa jenis-jenis merpati hutan (Columba sp.), uncal (Macropygia sp.), delimukan (Chalcopaps sp. dan Gallicolumba sp.), pergam (Ducula sp.) dan walik (Ptilinopus sp.) merupakan keluarga merpati yang memiliki ketergantungan sangat tinggi dengan habitat hutan (Burung Indonesia.2012).

Menikmati Burung di Alam

Burung pada fitrahnya adalah untuk membantu manusia dengan kemampuan polinator dan bio-indikator. Tetapi pesona burung dengan suaranya yang menarik telah disalah artikan oleh manusia dengan menjeruji burung dalam sangkar. Aksi masyarakat dengan memelihara burung secara langsung, bagaikan mencabut (lisensi) izin terbang burung – sebab burung pada dasarnya harus terbang. Realitas lain dari pemeliharaan burung adalah pencabutan izin kawin burung yang nota bene di dalam sangkar. Harusnya satwa burung memiliki hak berkembang biak, namun spesies burung ini di azab dan dikebiri oleh si pemelihara burung yang pada hakekatnya cepat atau lambat burung peliharaan tersebut akan mati  di tangan si pemeliharanya.

Mencegah masyarakat memelihara burung memang sulit karena sudah menjadi tradisi. Pemahaman dan tingkat pendidikan dan strata sosial, menjadi alasan kenapa burung liar selalu ada harga dan secara terus menerus diperdagangkan.

Tapi apa salahnya mencoba hal baru dan inovatif untuk menikmati burung dengan cara yang berbeda; mengamati burung ditaman kota, hutan pantai,  hutan konservasi dan mengamati burung bermigrasi dari suatu benua ke benua lainnya. Mengamati burung pada kegiatan ini cukup dengan menggunakan camera photo, teropong (binokuler). Bisa dengan memotret, belajar mencintai burung dengan cara belajar mengindentifikasi jenis. Menikmati suara burung di alam akan lebih baik dibandingkan di kandang. Kegiatan ini akan berdampak positif dan akan menimbulkan respek terhadap konservasi spesies burung dimasa yang akan datang.

Peran burung di alam liar sebagai bio-indikator terhadap baiknya mutu lingkungan di sebuah kawasan, burung juga salah satu satwa penyerbuk (polinator). Peran lainnya di alam adalah membantu manusia untuk mengontrol hama serangga dan ulat  yang berlebihan di lahan pertanian. Peran besar burung adalah membantu menyebarkan bibit tumbuhan diseluruh daratan Indonesia.

Satwa burung telah memberikan begitu banyak manfaat untuk manusia. Ini seharusnya bisa menjadi alasan kuat agar masyarakat kita sadar akan potensi sumber daya alam yang luar biasa berharga di hutan kita. Seharusnya, menghargai burung cukup di alam liar. Tak perlu membekap burung dalam kandang dan tak perlu bertransaksi burung untuk kepuasan hati.

Penulis adalah pegiat lingkungan Aceh

ikuti terus update berita rmoljatim di google news