Uang Receh Serangan Fajar Hanya Bisa Membayar Makhluk Cacat Moral

Moch Hasan
Moch Hasan

DALAM beberapa pekan belakangan ini. Di berbagai media sosial, berseliweran postingan yang menggunjing tentang "serangan fajar", sebuah istilah yang sudah melegenda secara turun-temurun, merujuk pada praktik bagi-bagi uang sebagai imbalan untuk mendukung pasangan calon tertentu.

Kabar serangan fajar pada perhelatan Pemilukada Bangkalan 2024, juga tengah ramai menjadi buah bibir para netizen warga Kota Sholawat dan Dzikir. Semoga saja isu ini tidak benar-benar terjadi pada  pemilihan kepala daerah di Bangkalan.

Bahkan dalam sebuah video viral yang diunggah oleh netizen Bangkalan, seorang pria yang menurut informasi adalah (oknum) salah satu penyelenggara, dikabarkan tengah kedapatan membagikan uang untuk mendukung salah satu pasangan calon.

Sungguh sangat disesalkan jika kabar itu benar-benar terjadi. Sangat mengherankan, dan tak disangka, bahwa di era digital seperti sekarang ini, masih ada makhluk manusia yang mau "dibeli" suara rakyat dengan uang receh!

Praktik ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga serangan frontal terhadap demokrasi.

Rakyat yang seharusnya memegang kendali dalam menentukan masa depan daerahnya, justru diperlakukan sebagai komoditi yang bisa dibeli dengan uang receh.  Bayangkan, nilai moral dan hati nurani rakyat Bangkalan  dihargai semurah uanh belasan ribu?

Ini adalah pelecehan sadis terhadap demokrasi dan sekaligus penghinaan berat terhadap integritas martabat rakyat Bangkalan! Seolah-olah suara rakyat dapat dibeli dengan harga murah.

Pada artikel terdahulu (9/12/2023) berjudul "Politik Uang dan Pelacur:" Pelacur yang sering kali dicibir dan dianggap sebagai makhluk yang tidak memiliki harga diri.

Bahkan, sekadar untuk berteman dengan pelacur pun berisiko kecipratan aib atau dicap buruk. Beberapa orang dengan kasar menyebut pekerjaan mereka  "bisnis lendir."

Meskipun pelacur dinilai tidak memiliki harga diri, tapi jangan pernah berpikir mereka mau dihargai murah, dibayar 25ribuan untuk kebutuhan selama 5 tahun.

Mereka punya kelas. Mereka berani menetapkan harga tinggi untuk layanan mereka. Tarif mereka bahkan bisa mencapai puluhan juta hanya untuk beberapa jam layanan.

Lain dari itu, mereka tak sembarangan dalam memilih pelanggan dan memiliki standar tertentu sebagai tempat untuk melakukan layanan.

Di situasi berkecamuk di tengah kepungan kabar "serangan fajar," KPU dan Bawaslu harus sigap dan tidak boleh kendor!

Mereka adalah lembaga yang diamanatkan untuk mengawal dan mengawasi ketat gelaran Pilkada agar berjalan demokratis, jujur, adil, dan bermartabat.

Mudah-mudahan saja, KPU dan Bawaslu cukup ngopinya agar jangan sampai lengah karena serangan kantuk dalam kasus "serangan fajar" ini. Kasian rakyat Bangkalan, moralitas mereka diinjak-injak. Hanya ditawar uang belasan ribu!

Optimis! KPU dan Bawaslu, tak akan tinggal diam. Mereka pasti tak akan terima rakyat yang mau memilih dengan hati nurani malah diintimidasi dan "dibeli." Parahnya hanya ditukar dengan uang receh yang pelacur saja pasti menampik nilai jumlah itu.

Dalam kenyataannya "serangan fajar" bukan hanya masalah KPU dan Bawaslu. Ini adalah tanggung jawab semua orang.  Makhluk manusia harus bangkit, melawan praktik kotor ini, dan bersama-sama menyelamatkan demokrasi. Sekaligus membuat garis tegas bahwa meski manusia dan hewan sama-sama butuh makan, tapi caranya berbeda.

Pemilu dan pemilukada adalah momentum untuk memilih pemimpin yang amanah dan berintegritas.  Jangan biarkan "serangan fajar" menodai pesta demokrasi. Setiap insan yang waras akan tegas menolak politik uang! Suara rakyat adalah suara demokrasi.

Penulis adalah wartawan RMOLJatim

ikuti terus update berita rmoljatim di google news