Vergadering

Ketua Begandring Soerabaia, Nanang Purwono saat mendampingi peserta Surabaya Urban Track (Subtrack) di Benteng Kedung Cowek/Ist.
Ketua Begandring Soerabaia, Nanang Purwono saat mendampingi peserta Surabaya Urban Track (Subtrack) di Benteng Kedung Cowek/Ist.

BERAWAL dari ngumpul-ngumpul kemudian lahirlah sebuah perkumpulan. Perkumpulan ini tidak biasa. Yang dibahas soal budaya dan sejarah. 

Tahun 2018, arek-arek Suroboyo ini seringkali menggelar diskusi 'ngumpul-ngumpul' secara nomaden, berpindah-pindah. Dari satu tempat ke tempat lain. Dari satu warung kopi pindah lagi. Kadang ngumpul di pinggir sungai Kalimas. 

Bahasannya tetap sama. Tidak jauh-jauh dari budaya dan sejarah. 

Karena memiliki visi dan misi yang sama, akhirnya mereka memutuskan untuk membuat sebuah perkumpulan. 

Nanang Purwono mengusulkan penggunaan nama perkumpulan haruslah nama yang keren. Diambil dari nama lokal. Kalau bisa diadaptasi dari nama Belanda. Itu juga boleh. 

Lama berpikir, akhirnya terceletuklah Begandring. 

"Saya ingat kata-kata ibu. Kalau saya ngumpul sama teman-teman, seringkali disindir ibu 'begandringan ae ga mole-mole, ga ngerti wayah' (ngumpul terus ga pulang-pulang, ga ngerti waktu)," kenang Nanang. 

Dari situlah disepakati nama Begandring Soerabaia. 

Setelah ditelusuri, rupanya nama Begandring selain diambil dari kosa kata lokal Surabaya juga termasuk kata serapan bahasa Belanda yakni vergadering, yang berarti rapat atau kumpul-kumpul mencari mufakat. 

Begitulah lahirnya Begandring Soerabaia. 

Markas Begandring Soerabaia sendiri berada di Lodji Besar, Makam Peneleh 46. 

Anggota Begandring sekitar 15-20 orang. Memang tidak banyak. Tetapi gaungnya sudah meluas. Pasalnya, di antara mereka memiliki kemampuan yang cukup luas dalam melakukan riset dan mengolah data sejarah, termasuk penemuan-penemuan baru fakta sejarah. 

Sel kerja Begandring dibagi menjadi beberapa bagian. Ada yang fokus di sejarah kolonial, pra kemerdekaan, kerajaan, punden-punden, makam-makam kuno, hingga perkereta-apian.

"Begandring ini ada 'dari kita untuk kita'. Setiap kali ada penemuan data terbaru, selalu kita bahas bersama dalam bentuk forum. Jadi bukan dinikmati satu orang saja," kata Nanang yang kini menjabat sebagai Ketua Begandring Soerabaia. 

Ditambahkan Nanang, selama ini Begandring Soerabaia telah menggelar banyak kegiatan. Di antaranya menggelar public discussion dengan cara mengundang orang-orang untuk datang ke Peneleh dan berdiskusi. 

Begandring juga membuat beberapa tulisan dari hasil risetnya yang kemudian dipublikasikan. 

Selain itu, Begandring juga memiliki program jelajah sejarah bernama Surabaya Urban Track (Subtrack). Salah satunya jelajah sejarah yang dilakukan tim Begandring adalah menjelajahi jalur rempah-rempah. 

Kata Nanang, Surabaya memang bukan kota penghasil rempah rempah. Tapi keberadaannya menjadi kota Bandar menjadi simpul perdagangan komoditas rempah-rempah dari zaman ke zaman.  

Untuk jelajah jalur rempah-rempah biasanya perjalanan diawali dari titik menara syahbandar sungai Kalimas di Kampung Baru. Kemudian menyusuri kampung kampung padat penduduk di Kampung Pabean.

Subtrack juga dilakukan tim Begandring di Benteng Kedung Cowek. Benteng ini, urai Nanang, usianya lebih dari 100 tahun.

Sejak awal pembangunan, benteng ini digunakan untuk memperkuat sistem pertahanan Surabaya. Ketika itu benteng pertahanan Kedung Cowek tidak satu satunya pertahanan karena di bagian lain pesisir Pantai Surabaya juga ada sistim pertahanan pantai seperti di Kalidawir, Semambung dan Ujung. 

Salah satu catatan jelajah sejarah yang membuat Nanang terenyuh adalah ketika mengantarkan para tunanetra. 

Saat itu Nanang dan timnya ragu apakah bisa menjelaskan sejarah pada orang-orang tunanetra. Akhirnya dibikinlah narasi. Para tunanetra diajak mengecap dan merasai, seperti menyentuh makam penggede Londo.

"Ajaib, dari narasi yang kita buat, mereka bilang 'Saya bisa melihat'. Itu bikin kita terenyuh. Mungkin yang dimaksud 'bisa melihat' adalah memahami apa yang kita narasikan". 

Terbaru, tim Begandring terlibat dalam pembuatan film dokumenter sejarah. Salah satunya bekerjasama dengan TVRI. Mereka membuat dokumenter berjudul “Koesno, Jati Diri Soekarno”. Bahkan film tersebut kini masuk dalam nominasi Film Pendek Terbaik, Festival Film Indonesia (FFI) 2022.

Apa yang dilakukan Begandring Soerabaia, menurut Nanang, harus disampaikan ke publik dan bisa dipertanggungjawabkan.

"Ya semua riset kami didasarkan dari sumber literasi, foto, dan fakta-fakta di lapangan. Jika ada temuan, kami segera menyampaikannya ke publik," ucapnya. 

Ada banyak temuan-temuan yang bisa mengungkap sejarah. Salah satunya Sumur Jobong di Pandean gang I, kelurahan Peneleh Surabaya. Tim Begandring tentu tidak menyia-nyiakannya. Setiap titik dipelajari dan diteliti. 

Nanang bercerita, Sumur Jobong adalah sumur tertua di Surabaya. Sumur ini ditemukan dengan tidak sengaja oleh para pekerja yang membangun gorong gorong.

Dari penemuan ini bisa diketahui setua apa Surabaya. Temuan ini sekaligus membuktikan secara fisik jika Surabaya tidak sekadar ada di era kolonial. Adanya penemuan ini, setidaknya di Surabaya pernah ada pemukiman kuno Majapahit.

Harapan Nanang dengan Begandring Soerabaia-nya, dapat mendorong publik dan pemangku kota untuk tidak hanya melestarikan dan menjaga memanfaatkan, tetapi juga mengelola.

"Sesuai UU Cagar Budaya, jangan sampai berhenti di pelestarian. Namun bagaimana cara kita mengelolanya. Publik punya harapan. Bahwa sejarah faktual yang kita gali bisa menjadi tonggak di Surabaya karena punya nilai nasional."

Bagi Nanang, penemuan-penemuan sejarah tidak sekedar meluruskan melainkan bisa mengganti sejarah yang ada. Karena itu Begandring Soerabaia tidak akan berhenti untuk menggali sejarah Surabaya yang telah terpendam.

Di akhir kata-katanya, Nanang mengutip pesan Wali Kota Eri Cahyadi: Tolong Golekno Sejarah Surabaya.

Wartawan Kantor Berita RMOLJatim

ikuti terus update berita rmoljatim di google news