Wacana Pemilu Ditunda, Pengamat: Parpol Tidak Siap Pilpres 2024 dan Berharap Kompensasi Politik 

Pengamat Politik dari Universitas Airlangga (Unair), Fahrul Muzaqqi/Ist
Pengamat Politik dari Universitas Airlangga (Unair), Fahrul Muzaqqi/Ist

Wacana penundaan Pemilu Serentak 2024 yang digemakan sejumlah ketua umum partai koalisi dinilai sangat beresiko terjadinya abuse of power.


Demikian disampaikan Pengamat Politik dari Universitas Airlangga (Unair), Fahrul Muzaqqi pada Kantor Berita RMOLJatim, Kamis (3/3).

"Itu sangat beresiko terjadi abuse of power di level eksekutif dan legislatif," kata Fahrul.

Kalaupun ada utak-atik penyelenggaraan pemilu, lanjutnya, yang lebih memungkinkan justru Pilkada serentaknya. Namun bukan berarti Pemilunya yang ditunda.

"Pemilu tidak perlu ditunda karena sudah ada 5 tahun sekali. Apalagi lembaga-lembaga negara yang menjadi penyelenggara punya fungsinya masing-masing. Seperti KPU tinggal mempersiapkan saja penyelenggaraan Pemilu," ujarnya.  

Menanggapi usulan Cak Imin, Zulhas, dan Airlangga sebagai ketum Parpol yang mendukung penundaan Pemilu Legislatif maupun Pemilihan Presiden, Fahrul menilai hal itu sarat dengan kepentingan politik. 

Menurut Fahrul, dalam usulan penundaan Pemilu 2024 setidaknya ada dua kemungkinan. Pertama, mereka tidak cukup siap menghadapi Pilpres 2024. Kedua, mereka ingin mendapatkan previlege dari Presiden Jokowi sebagai petahana yang tiada tanding.

"Dua kemungkinan tiga Parpol yang mengusulkan penundaan Pemilu belum siap mengikuti Pilpres 2024. Selain itu, usulan ini sengaja digulirkan demi kepentingan politik karena beriringan dengan periode presiden tiga kali. Andai diterima usulan periode presiden tiga kali, maka partai-partai yang mengusulkan tadi akan dapat previlege dari Presiden Jokowi atau kompensasi politik," demikian Fahrul.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news