Wartawan JTV Menjawab Klarifikasi Humas Pemkot Surabaya

Wartawan JTV Dewi Imroatin menjawab klarifikasi Kabag Humas Pemkot Surabaya, M. Fikser terkait pelarangan peliputan Wali Kota Tri Rismaharini (Risma).


Saya masih ingat kalimat pak Fikser tidak memperbolehkan saya meliput. Apakah itu bagian dari pelarangan atau setiap orang bisa berbeda memaknainya, yang jelas saya bercerita ke teman-teman dan yang mengartikan teman-teman yang menulis.
 
Kalimat bapak Fikser yang disampaikan saya tidak seperti ‘saya harus menunggu waktunya untuk masuk’, tapi kalimatnya sangat jelas melarang saya masuk.

Mbak Dewi jangan masuk ke dalam”.

Lalu saya tanya, Kenapa pak Fikser?”

Dia menjawab, Ibu tidak berkenan kalau ada sampean (Anda)”.

Terus saya balik bilang, Saya punya hak untuk meliput”.

Lalu pak Fikser menjawab, Ibu juga punya hak untuk tidak diliput, dan mulai hari ini, kalau ada agenda ibu, Mbak Dewi tidak usah datang, karena ibu tidak berkenan kalau ada sampean”.

Lalu saya bilang Iya sampaikan saja ke kantor saya,” pak Fikser menjawab, Iya kita kirim surat ke kantor sampean”.

Yang jelas kalimat itu sangat jelas menunjukkan kalau pak Fikser melarang saya meliput kegiatan ibu wali kota tanpa alasan yang jelas.

Ada pula kalimat pak Fikser yang disampaikan ke media seperti ini: Sehingga, Mbak Dewi itu saya panggil, bicara dan minta tolong. Mbak Dewi kalau bisa untuk sementara Mbak Dewi untuk acara ini jangan ambil dulu ya.

Kalimat itu bohong. Saya bicara berdua karena saya tahu ini sensitif.

Begitu juga dengan kalimat ini: Mbak Dewi ketika saya sampaikan begitu, responnya ternyata di luar pembicaraan saya, bahasanya, Kenapa, saya melaksanakan tugas kok. Padahal saya anggap teman saling membantu kan harusnya biasa-biasa saja, responnya begitu. Kalau memang tidak mau saya melaksanakan tugas, ajukan ke kantor, ajukan surat. Iya saya nanti kirim surat.

Tapi Mbak Dewi maksa telpon Pak Imam, (Pimpinan JTV). Jadi ketika mbak Dewi telpon Pak Imam, Mbak Dewi serahkan telepon ke saya, saya bicara dengan Pak Imam. Saya ceritakan begini pak Imam, mohon arahan pak Imam. Pak Imam bilang, ya sudah kalau memang begitu mana anaknya, saya bicara dengan anaknya.

Di sini saya tidak memaksa Fikser untuk telepon pak Imam, karena saya punya pimpinan, maka yang terjadi di lapangan saya sampaikan kepada pimpinan saya agar pimpinan tahu apa yang terjadi kepada saya.


Ada lagi kalimat Fikser: Nah, Pak Imam bicara dengan Dewi, saya tidak tahu pembicaraannya apa, lalu mbak Dewi berdiri di teras sebentar dengan saya lalu balik. Jadi saya tidak tahu apa yang disampaikan pak Imam ke Mbak Dewi. Jadi saya tidak melarang atau mengusir.

Nah perkembangan yang terjadi, saya jadi heran, jadi saya itu tidak melarang, tidak mengusir, tidak membatasi.

Seandainya Mbak Dewi kemarin meminta tetap masuk, saya akan persilahkan, tetapi kalau untuk bertanya ke ibu (Risma) ditahan dulu, atau saya mau lapor ke Ibu (Risma) dulu, artinya saya tetap memfasilitasi.

Kalimat Fikser sudah jelas melarang saya masuk, bukan meminta menunggu untuk konfirmasi ke bu wali.[aji

ikuti terus update berita rmoljatim di google news