Wow...- Anak Cucu Kita Harus Tanggung Utang 4.136 Triliun

RMOLBanten. Di tengah situasi keamanan yang tak kondusif karena aksi terorisme, kemudian am­bruknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang berkepanjangan.


Naiknya jumlah utang, jelas dikeluhkan warganet. Ada yang mengecam, mengkritik hingga mencibir rezim tidak mampu memimpin.

Kenaikan utang Indonesia diung­kapkan Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Luky Alfirman di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, seperti diberitakan Harian Rakyat Merdeka.

Luky menyatakan jumlah utang pemerintah per April 2018 mencapai Rp4.180,61 triliun. Itu, artinya, stok utang pemer­intah mencapai Rp 4.180 triliun atau 29 persen dari PDB.

"Berdasarkan data APBN Kita, total utang pemerintah per April 2018, Rp 4.180,61 triliun lebih tinggi 13,99 persen dibandingkan pe­riode yang sama di 2017 sebesar Rp 3.667,41 triliun," katanya.

Lebih lanjut Lucky menjelaskan, jika utang sebesar Rp4.180,61 triliun ini berasal dari pinjaman sebesar Rp773,47 triliun atau 17,50 persen dari total. Adapun pinjaman tersebut berasal dari pinjaman luar negeri sebesar Rp 773,91 triliun yang terdiri dari bilateral Rp 331,24 triliun, multilateral Rp 397,82 triliun, komersial Rp 43,66 triliun, suppliers Rp 1,19 triliun. Sedangkan yang berasal dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 5,78 triliun.

Selanjutnya, utang pemerintah yang berasal dari surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 3.407,14 triliun. Di mana yang berde­nominasi rupiah sebesar Rp 2.427,76 triliun. Denominasi valas sebesar Rp 979,38 triliun.

Naiknya utang Indonesia membuat netizen geram dan menyalahkan pemerintah yang ge­mar ngutang.

Akun @andangsupriyan1 kesal melihat pemerintah yang doyan hutang karena efeknya berkepanjangan. "Luar biasa hutang yang ditanggung anak cucu Indonesia," ujarnya kesal.

Akun @Kinankiswara79 menganggap naiknya hutang Indonesia karena pemimpin bangsa tidak punya pemikiran bagaimana membangun. "Karena tidak punya modal ga­gasan, paling cepet ya ngutang," katanya.

Ktitikan pedas dilontarkan akun @AgusTrisa. Menurut dia, seharusnya orang politik itu tau, bahwa utang itu adalah belenggu. Makanya pemimpin politik itu harus paham. Kalau mudah sekali berutang, itu namanya tidak "Karena tidak punya modal gagasan, paling cepet ya ngutang," ujarnya.

Akun @ik4mawar mengamini pernyataan AgusTrisa. "Iya ya...Hutang itu membeleng­gu, membuat ysng hutang terbelenggu dengan yang memberi hutang," timpalnya.

Sementara itu, user Wahyu Crabb yang menganggap naiknya hutang tanda mau bangkrut. "Utangnya gila-gilaan kalo 2 periode bisa tembus 10 ribu T. Alias bangkrut," katanya.

User Yudhistiro juga menganggap pemerin­tahan saat ini parah dalam mengelola negara. "Parah sekali, ini bertolak belakang sekali dengan janji kampanye dulu," ungkitnya.

Sementara user Sur_yanto memprediksi dengan naiknya jumlah utang semakin mencekik rakyat Indonesia. "Jangan harap harga-harga bisa turun atau stabil kalo hutang naik terus... Rakyat jangan mimpi... Mau ganti presiden atau gak sama aja."

"Hebaat.... Jokowi memang Hebaaat.. Pokoknya pak de Dilan paling Hueeebaaaat," sindir user Mantete. Tak mau ketinggalan user cangcimen378 juga ikut menyindir Jokowi. "Gak apa-apa masih aman.. Nanti pak presiden nge tap sama touring biar hutangnya turun," katanya penuh sindiran.

Sama, user Abang Rizky juga mencibir Jokowi yang tidak mampu menurunkan hu­tang. "Mantap. Selama masih bisa ngutang lanjut aja dua Periode," katanya dibalas user YaoMing. "Rezim gila ini."

Sindiran juga datang dari akun @ojodbelek. "Tenang Om, Jokowi sudah siapkan 5000 liter racun kalajengking buat bayarnya," sindirnya.

Selanjutnya akun @NetizenTofa mengata­kan ada kenaikan, alhamdulillah kini mulai merayap mendekati 5.000 Triliun utang NKRI.

Berikutnya kritikan dari akun @wentira2. "Selamat bangsaku. Hutang NKRI tembus 5000 T, inilah kehebatan penguasa saat ini (segala jenis subsidi untuk si miskin hilang, kenaikan BBM dan TDL, pajak, rupiah tembus 14 ribu, import semakin meroket) dan hutang­pun tidak terbendung," kesal dia.

Kendati banyak yang mengkritik, masih ada warga yang menganggap naiknya utang demi masyarakat Indonesia seperti yang diucapkan akun @Damsel28832320. "Utang juga buat kepentingan rakyat jadi ga usah di permasalahkan," katanya.

Senada, akun @hans_kwee memberi penjelasan, total Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada triwulan I-2018 tercatat men­capai sebesar US$ 358,7 miliar atau tumbuh 8,7% year on year (yoy). Meski jumlah utang naik dalam setahun terakhir, namun indikator kesehatan utang masih baik.

@bima_at menyatakan, kondisi inflasi dan rasio utang masih sehat. "Sekarang ini bersyukur karena saat ini inflasi negara indonesia masih terbilang sehat 3,61 persen meskipun mata uang kita melemah. Dan rasio utang negara kita masih terbilang sehat dari 29,24 persen dari total PDB. Yah meskipun rasio itu naik buat infrastruktur ke Indonesia Timur sih," tulisnya.

Menanggapi hal tersebut, Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo menjelaskan angka utang tersebut sebagian besar memiliki tenor atau jangka waktu menengah panjang.

"Utang ini juga sudah memenuhi aturan hedging atau lindung nilai. Jadi risiko nilai tukarnya sudah minim karena sudah dihedg­ing," kata Dody dalam konferensi pers, di Gedung BI, Jakarta, kemarin.

Menurutnya, ada beberapa korporasi yang menarik utang itu memiliki hubungan dengan induk perusahaannya di luar negeri untuk membayar korporasi untuk kewajiban ULN valasnya.

Jumlah utang luar negeri Indonesia tercatat US$ 358,7 miliar. Komposisinya terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar US$ 184,7 miliar atau sekitar Rp 2.585 triliun. Kemudian untuk utang swasta tercatat US$ 174 miliar atau sebesar Rp 2.436 triliun.

Hingga akhir kuartal I 2018, ULN pemer­intah tercatat sebesar US$ 181,1 miliar yang terdiri dari SBN (SUN dan SBSN/Sukuk Negara) yang dimiliki oleh non-residen sebe­sar US$ 124,8 miliar dan pinjaman kreditur asing sebesar US$ 56,3 miliar.

ULN Pemerintah pada akhir triwulan I 2018 meningkat US$ 3,8 miliar dari kuartal sebelumnya. Peningkatan tersebut terutama bersumber dari penerbitan Global Sukuk sebe­sar US$ 3 miliar, yang di dalamnya termasuk dalam bentuk Green Bond atau Green Sukuk Framework senilai US$ 1,25 miliar sejalan dengan komitmen pendanaan hijau yang ra­mah lingkungan.

Sementara di sisi SBN, investor asing masih mencatat net buy SBN pada kuartal I 2018. Perkembangan ini tidak terlepas dari keper­cayaan investor asing atas SBN domestik yang masih tinggi antara lain ditopang peningkatan peringkat utang Indonesia oleh lembaga pe­meringkat Rating and Investment (R&I) pada tanggal 7 Maret 2018. [RM]

ikuti terus update berita rmoljatim di google news